Opini

Kerancuan Beasiswa KIP dan Carut-Marut Pilrek UIJ

*Bagaskara Dwy Pamungkas

Universitas Islam Jember (UIJ) merupakan salah satu perguruan tinggi Nahdlatul Ulama (NU) yang berada dibawah naungan Yayasan Pendidikan Nahdlatul Ulama (YPNU) Pengurus Cabang NU Jember (PCNU), telah menjadi topik utama hot conversation bagi para mahasiswa diperkopian seputar UIJ. 

Pasalnya, perguruan tinggi tersebut kerap menaburkan bualan-bualan langit yang minim eksekusi terhadap mahasiswa yang emosi atas infrastruktur dan cara manajemen pendidikan, tindakan tersebut mungkin untuk meredam emosi sesaat para mahasiswa. Jelasnya, agar tidak menyulut protes mahasiswa dengan gelombang yang cukup besar, alias demonstrasi. 

Menurut salah seorang pejabat teras organisasi intra kampus, UIJ, baik dari prototipe marketing kampus, hingga menampung berbagai aspirasi-aspirasi mahasiswa, birokrasinya acap kali menabur janji-janji manis yang berujung pahit. “Yaa, kayak politisi yang hendak nyaleg itu mas. Jalan kita bangun!, program kita pastikan sampai kepada rakyat!, siap menerima masukan dari masyarakat!, tapi realitanya nol besar”. 

Salah satu diantara kebohongan publik terbesar yang pernah dilakukan ialah menjanjikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) bagi para calon mahasiswa baru. Sosialisasi tersebut masif dilakukan oleh bagian Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) ke sekolah-sekolah menengah atas baik di daerah lokal hingga luar Jember. 

Syahdan, calon mahasiswa baru memiliki ketertarikan untuk melakukan studi di perguruan tinggi tersebut. Entah merupakan feeling alam atau bagaimana, ketika mendengar kata NU dan Beasiswa, seolah-olah menjadi magnet perekat bagi calon mahasiswa untuk menggabungkan diri ke lembaga pendidikan dibawah naungan YPNU Jember tersebut. 

Namun lagi-lagi janji tersebut berujung bualan. Menurut data yang diperoleh, ada seratusan mahasiswa baru yang bernasib malang imbas dari pada janji tersebut. Mulanya ia telah terkonfirmasi mendapat KIP, namun ternyata justru mendapatkan beasiswa rektor. Pun dikemudian hari kabar menyoal beasiswa rektor tersebut simpang siur. Ada yang mengatakan beasiswa rektor hanya sampai semester dua, sampai semester delapan, dan ada pula cara pembagian zonasi domisili, antara yang lokal dan luar Jember. 

Baca Juga:  Santri Banjarmasin, Mengejar Impian Menjadi Imam di Tanah Arab

“Kita jauh-jauh mas dari Madura, meninggalkan pekerjaan sawah dan memilih untuk tidak membantu orang tua lagi dengan maksud ingin menambah ilmu, juga pemahaman agama karena katanya disini dapet beasiswa KIP yang itu bisa saja tidak memberatkan orang tua dirumah, eh ujung-ujungnya malah ketipu”. Jelas seorang korban. 

Kebohongan tersebut masih satu diantara sekian banyak yang telah terjadi. Akhirnya banyak mahasiswa yang memilih untuk berhenti kuliah lantaran kabar yang masih simpang siur tersebut. Tidak menutup kemungkinan hal itu dilakukan secara terstruktur dan tidak terkonfirmasi. Dengan adanya kejadian tersebut, tupoksi rektor tidak harus disembunyikan dalam tempurung. 

Merujuk kepada statuta, Bab 1 “Ketentuan Umum” Pasal 1 ayat (4) menyatakan, Rektor adalah pimpinan universitas pengambil keputusan tertinggi sebagai pelaksana dan penanggung jawab pelaksanaan dan pengembangan UIJ yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan umum dan program kerja berdasarkan pertimbangan Senat Universitas untuk bidang akademik dan ketetapan YPNU Jember. 

Mempertimbangkan klausul tersebut, Rektor UIj sudah sepatutnya mengeluarkan SK rektor beasiswa delapan semester dan biaya hidup untuk para mahasiswa yang telah dijanjikan mendapatkan KIP. Dikeluarkannya SK tersebut dengan maksud gentlemen bertanggung jawab akan tindakan sosialisasi kampus terhadap sekolah-sekolah. 

Baca Juga:  Sketsa Transformasi Tato

Bukan cuman perihal kerancuan beasiswa KIP, perbincangan panas perkopian tersebut juga melahap habis isu-isu konstelasi pilihan rektor (pilrek) UIJ yang seharusnya terjadi dua puluh mei mendatang. Kenapa? Karena Drs. Abdul Hadi M.M Rektor UIJ yang masa jabatannya sudah tidak lama lagi, semenjak ia terpilih 20 Mei 2019 beberapa tahun lalu, gelagatnya masih petantang-petenteng seperti berat untuk meninggalkan tampuk kekuasaan tersebut. 

Diperkuat dengan belum adanya tindakan-tindakan lanjutan menyoal konstelasi pilrek tersebut, padahal kegiatan tersebut sudah tinggal menghitung hari. Padahal di pertarungan pilrek sebelum-sebelumnya, menjelang pemilihan rektor, kisaran kurang lebih satu bulanan, pihak Yayasan telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) kepanitiaan pemilihan rektor, namun mirisnya, per-tulisan ini dibuat, SK dan kepanitiaan tersebut tidak kunjung ada. 

Bahkan sampai-sampai konstelasi tersebut dijadikan joke oleh para mahasiswa. Mulai dari, “Apa kabar Pilrek UIJ? Lak gak onok seng ape wani ngelawan pak hadi, opo aku ta seng apene maju?” (Kalau tidak ada yang berani melawan pak hadi, apa saya saja yang maju?). Pihak lain berdiri meresponnya sembari tersenyum mengejek, menirukan gaya pak rektor, “piye, iseh penak jamanku too?” (Gimana, masih enak jaman saya too?). Aksi tersebut disambut gelak tawa mahasiswa lain. 

Joke diakhir tersebut seolah-olah hendak mengindikasikan jaman Pak Hadi tidak jauh berbeda dengan kepemimpinan Jenderal (purn) H. M. Soeharto yang sarat akan kebengisan dan terkenal dengan sebutan rezim KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) Orde Baru. Rezim yang juga serba serntralistis tersebut cukup menjadikan Bangsa Indonesia trauma atas sejarah masa lalunya. Dimana seolah-olah ia hendak memimpin sepanjang hayatnya. 

Baca Juga:  Viral, Kawasan Jalan Mastrip Jember Jadi Langganan Pencurian Helm dan Motor

Para mahasiswa yang sedikit memiliki ilmu nujum mulai menerka-nerka ikhwal konstelasi pilrek tersebut. Melihat gestur personalitynya, kira-kira ia hendak memainkan diorama politik era-reformasi. Dimana rezim penguasa tidak bakalan rela memberikan tongkat kepemimpinan sepenuhnya kepada seseorang yang bukan dari sekte atau produk mereka. “Sederhananya masih ada direktur pasca yang masih belum ada kejelasannya tuh, lahan basah juga itu”. 

Dilain sisi, pihak yayasan yang tetap dikomandoi oleh KH. Abdullah Syamsul Arifin atau yang akrab disapa Gus aab tersebut cukup memiliki power full untuk menentukan siapa rektor berikutnya, entah bagaimanapun sistem pilrek yang bakalan diberlakukan pihak yayasan masih tetap menjadi pemegang kunci penting dalam menentukan siapa rektor berikutnya.  

Baik dengan cara terdahulu yaitu metode pemilihan umum, dimana yayasan memperoleh 30% hak suara, ataupun menggunakan dalil yang tertuang dalam statuta UIJ BAB IX “susunan organisasi” pasal 23 ayat (3) huruf C yang berbunyi, YPNU mengangkat dan menetapkan rektor atas pertimbangan senat, serta ketentuan lain yang berlaku. 

Wallahu A’lam Bishawab mengakhiri perbincangan karena ada jam kuliah. Semoga para muassis NU dan UIJ meridhoi siapapun yang bakalan terpilih di momentum pilrek tersebut. Diimbuhi closing statement, UIJ bakalan tetap mengalami keterlambatan progresifitasnya untuk berubah, meskipun rektornya telah berganti “peng sewidak jaran” tetapi tidak diiringi dengan perubahan mental birokrasinya yang sarat dengan nepotisme, pungli dan sentralistis. 

*Mahasiswa FISIP Universitas Islam Jember.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda