Demokrasi dan Partisipasi Politik
*) Abdur Rahman
Apa itu demokrasi? Demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan dimana kekuasaan politik dipegang oleh rakyat atau warga secara langsung atau melalui keterwakilan yang mereka pilih. Istilah demokrasi berasal dari kata Yunani yang mana “demos” berarti rakyat dan “kratos” berarti kekuasaan atau pemerintah. Sehingga pemerintah dan rakyat menjadi satu kesatuan yang kemudian mewujudkan cita-cita Bersama (Tujuan demokrasi).
Tentunya banyak arti demokrasi menurut para ahli, misalnya menurut Plato yang berpandangan bahwa demokrasi itu cenderung mengarah pada anarki dengan kerusuhan politik. Hal itu didasarkan bahwa demokrasi bisa diambil oleh pemimpin populis yang tidak kompeten dan tidak bertanggung jawab.
Sedangkan menurut Aristoteles, menganggap demokrasi sebagai salah satu bentuk yang baik dari pemerintah, tetapi juga ada resikonya. Menurutnya, demokrasi yang stabil harus didasarkan pada hukum dan dilengkapi dengan mekanisme pengimbang kekuasaaan yang mencegah penyalahgunaan oleh mayoritas.
Jika kita kaitkan dengan salah satu prinsip-prinsip demokrasi yang mana kedaulatan atau kekuasaan politik berasal dari rakyat. Sehingga rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik dan menentukan arah negara melalui pemilihan umum dan mekanisme partisipasi lainnya. Jadi sudah sangat jelas bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dan bebas menyampaikan pendapat dengan memperhatikan sikap demokrasi sehingga tidak dikatakan ujaran kebencian dll.
Permasalahan yang terjadi di masyarakat khususnya mahasiswa kini, persoalan politik mulai memudar yang diakibatkan kultur modernisasi dan globalisasi yang cenderung mengikis idealisme. Dalam dunia politik memang sering terjadi perselisihan dan perseteruan antar politisi (kawan jadi lawan, lawan jadi kawan).
Selain itu maraknya persoalan korupsi yang dilakukan oleh pejabat tersebut. Sehingga pandangan rakyat terhadap politik menjadi buruk. Bahkan tidak sering juga kita mendengarkan bahwa kekuasaan bisa dibeli dengan materi (uang). Padahal sejarah di Indonesia, khususnya mahasiswa memiliki peran besar dalam perubahan dalam menciptakan kehidupan politik yang baik, misalnya peristiwa penggulingan rezim soeharto.
Mengapa mahasiswa? Karena mahasiswa dianggap kaum kritis yang mampu menganalisis setiap kebijakan pemerintah. Sebagai seorang pemuda akademis tentunya setiap yang disampaikan dianggap sudah selesai dianalisis dan mampu dijadikan pegangan oleh masyarakat luas. Sehingga fungsi mahasiswa sebagai edukator kepada masyarakat supaya tidak mudah percaya dengan mereka yang menggunakan politik uang.
Meskipun ada politik identitas yang juga sangat luar biasa dampaknya, tentunya hal ini bisa positif akan tetapi juga bisa berubah menjadi negatif. Kedekatan secara ideologis memang boleh saja digunakan dalam perpolitikan, karena dianggap memiliki visi dan misi yang sama, sehingga dianggap suaranya telah terwakilkan oleh mereka yang duduk dalam parlemen.
Akan tetapi juga bisa berubah negatif bila hanya dianggap sebagai kendaraan politik, misalnya peristiwa terpilihnya Anies Baswedan pada kontestasi menuju Gubernur DKI yang mana pada saat itu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi lawan politiknya. Pada saat itu politik agama yang digunakan untuk menjatuhkan lawan politiknya, sehingga menimbulkan berbagai kerusuhan dan demonstrasi besar-besaran.
Tentu hal ini mengakibatkan perspektif yang berbagai macam di masyarakat, sehingga tak sering juga menjadi pembahasan bahwa Indonesia sebagai negara yang berbentuk republik atau negara islam, yang sebetulnya sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Sehingga selain menjadi kontrol atas kebijakan pemerintah, juga berperan untuk menyelesaikan isu-isu seperti politik uang dan identitas ini. Tentunya dengan memanfaatkan media sebagai sarana penyampaian pendapat dan informasi.
Dalam pemilu 2024 mendatang, tentunya politik uang dan identitas ini masih akan menjadi kendaraan politik yang dianggap strategis untuk memperoleh suara. Sehingga perlu adanya idealisme yang kuat untuk menghadapi hal-hal tersebut. Terlebih lagi sasaran yang paling berpotensi dalam pemilu nanti adalah pemilih dari kaum milenial dan gen z.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) untuk pemilu 2024 yang jumlahnya mencapai 204.807.222 pemilih. Dimana 33,60% berasal dari milenial dan 22,85% dari generasi Z (databoks). Sehingga mahasiswa juga perlu mengawal pemilu 2024 terlebih lagi masih banyaknya celah yang masih bisa dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan. Satu contoh, masih adanya pemilih yang meninggal dunia yang terdapat dalam daftar pemilih tetap (DPT), hal ini bisa dimanfaatkan untuk menggelembungkan suara.
*) Alumni Fakultas Pertanian Prodi Agribisnis Universitas Islam Jember