Religi

Tata Cara Salat Qadha’ Menurut Jumhur Ulama’

Jakarta, Deras.id Shalat qadha harus dilakukan sesuai dengan shalat yang terlewatkan, misalnya shalat yang terlewatkan berjumlah empat rakaat maka qadhanya juga harus dengan empat rakaat apabila dia telah melewati jarak qashar maka dia boleh mengqadha shalat empat rakaatnya menjadi dua rakaat saja, meskipun shalat yang terlewatkan itu waktunya sebelum dia bepergian. Ini menurut madzhab Hanafi dan Maliki, berbeda dengan pendapat madzhab Asy-Syafi’i dan Hambali.

Menurut madzhab Asy-Syafi’i dan Hambali, apabila seorang musafir terlewat dari salah satu waktu shalatnya yang berjumlah empat rakaat saat dia melakukan perjalanan maka dia boleh mengqadha shalatnya dengan jumlah dua rakaat saja, namun jika shalat tersebut terlewat saat dia belum melakukan perialanan maka dia diwajibkan untuk mengqadhanya dengan jumlah empat rakaat pula, karena shalat qadha disesuaikan dengan aslinya, jika terlewat di saat belum bepergian maka qadhanya pun seperti sebelum saat bepergian.

Begitu pula dengan kelantangan suara, apabila seseorang terlewatkan shalat yang mengharuskan suara lantang maka dia harus mengqadha shalatnya dengan suara yang lantang pula (Isya’, maghrib dan subuh), meskipun shalat qadhanya dilakukan di tengah hari, sedangkan apabila dia terlewatkan shalat yang mengharuskan suara yang rendah maka dia harus mengqadha shalatnya dengan suara yang rendah pula, meskipun shalat qadhanya dilakukan pada malam hari. Ini menurut madzhab Hanafi dan Maliki.

Sedangkan menurut madzhab Asy-Syafi’i yang menjadi pertimbangan saat mengqadha shalat adalah waktu pelaksanaannya. Apabila seseorang mengqadha shalat zuhur di malam hari misalnya, maka ia harus melantangkan suaranya, sedangkan bila ia mengqadha shalat maghrib di siang hari maka ia harus merendahkan suaranya.

Menurut madzhab Hambali, apabila pelaksanaan shalat qadha dilakukan di siang hari, maka apapun shalat yang diqadha harus dengan suara yang rendah, baik itu shalat yang mengharuskan suara lantang ataupun suara yang rendah, baik ia berposisi sebagai imam ataupun makmum. Namun jika pelaksanaan shalat qadha itu dilakukan di malam hari, maka qadha shalat yang mengharuskan suara lantang harus dilantangkary asalkan ia berposisi sebagai imam, namun jika ia berposisi sebagai makmum maka seperti biasanya makmum hanya mendengar saja dan tidak melantangkan suaranya. Sedangkan shalat yang mengharuskan suara yang rendah maka harus diqadha dengan suara yang rendah pula meskipun dilakukan di malam hari.

Penulis: M.FSA I Editor: Apr

Show More

Berita Terkait

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda, Untuk Menikmati Konten Kami