Religi

Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban Menurut Imam Syafi’i

Jakarta, Deras.Id – Penyembelihan (Dazakkat) dengan huruf  ‘dzal’  bermakna menjegal, memotong atau melukai hewan yang boleh dimakan, dengan beberapa persyaratan sebelum mengeksekusi. Menurut Imam Syafi’i, penyembelihan secara agama adalah memotong semua saluran pernapasan dan saluran makanan. Jadi, jika tersisa sesuatu dari kedua hal tersebut maka hewan yang disembelih tidak halal.

Disyaratkan hewan masih bernyawa dengan stabil sebelum disembelih. Jika tidak demikian maka tidak disyaratkan adanya kehidupan yang stabil. Jadi, hewan yang sakit tanpa disertai faktor yang menghalangi kematiannya, jika disembelih di saat nafas terakhir sebelum mati, maka halal hukumnya, meskipun tidak mengeluarkan darah dan tidak ditemukan gerakan yang keras. Yang dimaksud dengan kehidupan yang stabil adalah hewan yang masih ditemukan gerakan secara normal disertai dengan berbagai tanda yang menurut dugaan masih bernyawa.

Di antara tanda-tanda kehidupan yang normal adalah adanya semburan darah ketika sesudah dipotong saluran pernafasan dan saluran makanan atau ada gerakan yang sangat kuat. Tidak ada perbedaan antara pemotongan saluran pernafasan dan saluran makanan dari bawah atau dari atas leher. Akan tetapi dengan syarat masih ada urat yang melingkar yang utuh dari leher tersebut, salah satunya yang ada di atas dan yang kedua ada dibawah.

Jika tidak demikian, hewan yang disembelih hukumnya tidak halal karena ketika kondisi demikian disebut menyobek bukan menyembelih. Adapun memutus dua urat besar hukumnya sunnah. jika seseorang memotong seluruh lehernya maka dianggap cukup, akan tetapi hukumnya makruh menurut pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan. Penyembelihan dengan cara semacam ini hanya disyaratkan di dalam menyembelih hewan jinak yang dapat disembelih.

Baca Juga:  Macam-Macam Puasa Beserta Hukumnya

Adapun selain hewan yang jinak seperti kambing dan sapi liar, onta yang lepas, rusa di tengah padang pasir dan hewan ternak yang terjatuh ke dalam sumur dan tidak bisa dijangkau untuk disembelih, maka penyembelihannya dengan cara melukai badan bagian manapun dengan sesuatu yang dapat melukai, yang hilangnya ruh dihubungkan kepadanya. Jadi, tidak ada faidahnya dengan kuku binatang atau sepatu.

Tidak ada faidahnya pula melukai dengan mencakar hewan dengan cakaran yang lunak. Kehalalan penyambelihan hewan harus memenuhi beberapa persaratan.

Pertama, penyembelihan ditujukan kepada hewan tertentu atau jenisnya. Jadi, jika seseorang melempari sesuatu yang diduga batu atau hewan tidak halal dimakan, tenyata ia adalah hewan yang boleh dimakan maka memakannya halal hukumnya karena dia mengarahkan lemparannya pada benda tertentu. Demikian juga jika seseorang melemparkan tombak pada sekumpulan rusa lalu mengenai salah satunya, atau menggarahkan tombak pada satu rusa lalu mengenai lainnya, maka hewan yang ditombak halal hukumnya karena lemparan tombak ditunjukan pada jenisnya.

Kedua, percepatan menghilangkan ruh hewan murni karena terputusnya saluran pemapasan dan saluran makanan. Jadi, jika satu orangbertinndak memotongnya, sedang orang kedua bertindak mencabut usus-ususnya atau dia mencucuk pinggangnya, maka hewan tersebut tidak halal.

Ketiga, adanya kehidupan yang normal sebelum disembelih. Jadi, jika hewan terluka atau tertimpa atap rumah atau sejenisnya, dan masih ada kehidupan yang normal pada diri hewan tersebut, lalu disembelih, maka hewan tersebut halal hukumnya. Kehidupan yang normal adalah kehidupan yang bisa diketahui dengan gerakan yang sangat keras atau semburan darah, meskipun kematianya diyakini sesudah satu jam. jika tidak demikian maka hewan tersebut tidak halal, karena adanya faktor lain yang kematianya disandarkan kepadanya yaitu luka luka atau tertimpa atap.

Baca Juga:  Syarat Sah Ibadah Haji yang Wajib Kita Ketahui

Kehidupan yang normal tidak disyaratkan harus diketahui Secara menyakinkaru bahkan cukup dengan adanya dugaan kehidupan tersebut. Jika hewan telah sampai pada kondisi kehilangan nyawa sebelum disembelih, tetapi masih bisa melihat dan bergerak secara normal, disebabkan sakit atau kelaparan, kemudian disembelih, maka hewan tersebut halal hukumnya walaupun tidak menyemburkan darah atau bergerak-gerak dengan pergerakan yamg sangat keras.

Sedangkan jika hewan memakan makanan yang mengakibatkannya menjadi bengkak, sampai ia menjadi hewan yang berada pada nafas terakhir, kemudian disembelih, maka hukumnya tidak halal menurut pendapat yang dapat dipegangi,selama tidak ada gerakan yang sangat kuat atau semburan darah.

Keempat, hewan yamg disembelih dari golongan hewan yang boleh dimakan. Jadi, tidak boleh menyembelih hewan yang tidak halal dimakan, walaupun bertujuan untuk meredakan dari kehidupan yang menyusahkannya.

Kelima, hewan dipotong menggunakan alat yang tajam walaupun berupa bambu, kayu, emas, atau perak kecuali gigi, kuku dan semua jenis tulang lainnya. Jadi, tidak halal menyembelih dengan menggunakan hal tersebut. Jika hewan mati akibat selain benda tajam misalnya dipukul dengan senjata api atau tombak tanpa mata tombak dan tidak tajam, atau tercekik dengan jala, kemudian mati, maka kesemua hewan tersebut haram dimakan.

Baca Juga:  Hal-Hal yang Menggugurkan Nafkah Menurut Imam Abu Hanifa

Keenam, pemotongan dilakukan sekaligus. Jadi, jika seseorang memotong saluran pemafasan, lalu berhenti, kemudian baru menyelesaikan penyembelihan, apabila pekerjaan kudua terpisah dari pekerjaan pertama menurut anggapan orang bmyak, maka disyaratkan ada kehidupan normal di dalam hewan tereebut ketika hendak memulai pekerjaan yang kedua, dan apabila pekerjaan kedua tidak terpisah dari yang pertama menurut anggapan orang banyak, maka tidak disyaratkan adanya kehidupan yang normal.

Contoh kasus tersebut misalnya sesorang mengangkat pisau dan mengembalikan dengan cepat, atau menjatuhkan pisau karena pisau tersebut tidak dapat memotong, dan dia mengambil pisau dengan cepat atau pisau terjatuh dari tangannya lalu dia mengambilnya atau mengambil pisau yang lain dengan cepat, atau membalikan pisau dan memotong bagianbagian yang masih tersisa dengan pisau tersebut kesemua itu hukumnya boletu sebab tidak ada pemisah didalam penyembelihan hewan tersebut antara pekerjaan pertama dan kedua.

Ketujuh, penyembelih bukan orang yang sedang ihram, dan yang disembelih adalah binatang darat yang liar. Jadi, jika dalam kondisi demikian, maka hewan yang disembelih tidak halal dimakan.

Kedelapan, penyembelih harus seorang Muslim atau ahli kitab, bukan orang majusi, penyembah berhala, bukan pula orang murtad. Jadi, sembelihan orang yahudi dan nasrani halal hukumnya, seperti orang Muslim. Sebagaimana tidak halalnya sembelihan orang gila, orang mabuk, dan orang yang belum tamyiz, menurut pendapat yang rajih. Adapun penyembelihan orang buta hukumnya makruh.

Penulis: M.FSA I Editor: Apr

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda