Salah Kaprah, Memaknai Gelar Haji dan Hajah
Jakarta, Deras.Id – Tradisi memanggil atau memberi gelar haji (laki-laki) dan hajah (perempuan) sudah turun temurun di Tanah Air. Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan bagi umat Islam yang telah berhasil menyempurnakan rukun Islam. Namun akan berbeda makna ketika umat muslim melakukan ibadah haji karena ingin mendapatkan gelar.
Seperti yang dijelaskan oleh Oman Fathurrahman seorang Filolog UIN Syarif Hidayatullah. Dirinya menjelaskan bahwa tradisi tersebut sah-sah saja. Karena pada masa silam sosok umat muslim Tanah Air perlu perjuangan hebat ketika harus menempuh perjalanan ke tanah suci karena transportasi udara kala itu masih belum ada di Indonesia. Sehingga harus melalui perjalanan darat dan laut dalam waktu yang sangat lama hingga berbulan-bulan.
Oleh karena itu, jika orang muslim tersebut berhasil selamat dan kembali ke Tanah Air maka sebagai rasa hormat diberikan gelar haji atau hajah. Namun akan berbeda jika umat muslim melakukan ibadah haji hanya ingin mendapatkan gelar. Karena sesungguhnya melakukan rukun Islam kelima ini semata-mata karena Allah. Seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Artinya, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” (QS Al-Baqarah [2]: 196).
Syekh Nawawi Banten dalam kitab tafsirnya menjelaskan perihal kewajiban menyempurnakan semua rukun dan syarat ibadah haji dan umrah. Selain itu juga menjauhi semua yang dilarang atau diharamkan saat menunaikan ibadah haji. Ibadah ini harus dilakukan tulus karena Allah semata, bukan karena alasan duniawi atau tujuan-tujuan lainnya yang mampu merusak niat karena Allah (Syekh Nawawi Banten, Mirah Labid li Kasyfi Ma’nal Qur’anil Majid, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1417 H], juz I, halaman 65).
Syekh Sulaiman bin Umar al-Bujairami asy-Syafi’I (wafat 1221 H) juga sependapat, dirinya menjelaskan bahwa ibadah haji dan umrah harus dilakukan dengan niat yang ikhlas. Sebab banyak yang menunaikan ibadah haji hanya karena ingin dipuji.
قوله (وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ) إِنَّمَا أُتِيَ بِلَفْظِ لِلهِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّهُ يُطْلَبُ فِيْهِمَا إِخْلَاصُ النِّيَةِ، وَذَلِكَ لِأَنَّ الْغَالِبَ فِيْهِمَا الرِّيَاءُ وَالسُّمْعَةُ. قَالَ الدَّمِيرِيُّ: وَيَجِبُ عَلَيْهِ تَصْحِيحُ النِّيَّةِ فِيهِمَا، وَهُوَ أَنْ يُرِيدَ بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
Artinya, “(Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah) sebab adanya lafal “lillah-karena Allah” (pada ayat tersebut), sebagai bentuk isyarah diharuskannya niat ikhlas ketika menunaikan ibadah haji dan umrah. Hal itu disebabkan, karena pada umumnya dalam keduanya terdapat tujuan ingin dipuji dan pamer. Imam ad-Darimi berkata: wajib bagi orang yang beribadah haji untuk membenarkan niat dalam menunaikan keduanya, yaitu dengan bertujuan karena Allah semata” (Syekh Bujairami, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz III, halaman 181).
Pendapat ini diungkapkan berdasarkan salah satu hadits Rasulullah, bahwa perlu pemahaman untuk meluruskan niat dalam beribadah. Karena jika hanya ingin mendapatkan gelar haji atau hajah, hal itu menunjukan bahwa dirinya tidak ikhlas dalam beribadah dan pada akhirnya tidak mendapatkan apa-apa dari ibadah haji yang telah dilakukan.
Syekh az-Zarnuji menjelaskan mengenai amal yang terlihat seperti ibadah akhirat namun menjadi perbuatan duniawi saja dan tidak berpahala karena niatnya yang salah. Dirinya pun menjelaskan bahwa tak jarang ibadah haji tidak diterima karena hanya ingin mendapatkan gelar saja.
Penulis: Una l Editor: Ifta