Religi

Pendapat Madzab Syafi’i dan Hambali Tentang Menikahi Muslimah Ahlul Kitab

Jakarta, Deras.id – Berbeda pendapat juga terjadi antara imam Syafi’ dan imam Hambali terkait menikahi wanita Muslimah ahlul kitab. Setelah sobat deras membaca perbedaan pendapat yang terjadi dianta imam malik dan Hanafi, kami sajikan pendapat dari kalangan fuqaha’ (pakar fiqih) tentang topik yang sama.

  1. Madzhab Syafi’i

Mereka mengatakan makruh hukumnya pernikahan dengan wanita Ahli Kitab jika dia berada di negeri Islam, dan hukum makruh ini semakin ditekankan jika dia berada di negeri perang, sebagaimana pendapat sebagian kalangan madzhab Maliki, akan tetapi madzhab Asy-Syafi’i menetapkan sejumlah syarat terkait hukum makruh ini, yaitu:

Syarat pertama: laki-laki muslim yang hendak menikahi tidak mengharapkan keislaman wanita Ahli Kitab yang hendak dinikahinya. Syarat kedua: ia bisa mendapatkan wanita muslim yang layak baginya’. Syarat ketiga: jika tidak menikah dengan wanita Ahli Kitab tersebut maka dikhawatirkan ia akan berbuat zina.

Jadi, jika laki-laki tersebut mengharapkan keislaman wanita Ahli kitab yang dinikahinya, dan ia tidak mendapatkan wanita muslimah yang layak baginya, maka hukum baginya adalah sunnah (dianjurkan) untuk menikahinya. Demikian pula disunnahkan (dianjurkan) kepadanya untuk menikahi wanita Ahli Kitab yang layak baginya sebagai pendamping hidupnya dalam rumah tangga yang diridhai, jika dia tidak menikahi wanita Ahli Kitab tersebut dikhawatirkan dia akan melakukan perbuatan zina, sebagai antisipasi dari terjadinya perbuatan terlarang.

Baca Juga:  Foto Berlatar Biru, Warganet Duga Sheryl Akan Menikah

Dari ulasan ini jelaslah bahwa masalahnya berkisar di balik maslahat dan mafsadat (kerusakan). Jika pernikahan dengannya memberikan maslahat, maka pernikahannya terpuji. Dan jika menimbulkan mafsadat maka pernikahannya makruh.

Madzhab Hambali

Bagi kalangan Hambai, bahwa wanita Ahli Kitab boleh dinikahi tanpa hukum makru  berdasarkan keumuman firman Allah SWT:

Artinya: “Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perernpuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan yang menjaga kehormatannya di antara orang-orang yang diberi krtab (Ahli KrtaU sebelum kamu.” (Al-Maaidah: 5)

Yang dimaksud dengan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan adalah perempuan-perempuan merdeka. Terkait wanita Ahli Kitab, tidak ada syarat yang menetapkan bahwa kedua orangtuanya harus juga Ahli Kitab, akan tetapi pernikahannya tetap dinyatakan sah meskipun bapaknya atau ibunya sebagai penyembah berhala, selama dia sendiri sebagai wanita Ahli Kitab.

Baca Juga:  Seorang Makmum Harus Mengetahui Gerakan Salat Imamnya, Berikut Penjelasan dari Imam Syafi’i

Penulis: M.FSA I Editor: Apr

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda