Hukum Menghadiri Undangan Pernikahan
Jakarta, Deras.id – Agama Islam menganjurkan terhadap umatnya untuk menikah antara laki-laki dan perempuan demi tercapainya regenerasi mendatang. Sebab itulah kehidupan di dunia akan tetap berlangsung sebagaimana mestinya.
Dalam rangkaian pernikahan (walimatul ursy) lumrahnya diawali dengan adanya lamaran, kemudian proses akad hingga puncaknya adalah resepsi. Proses acara tersebut tentu dihadiri oleh tamu undangan, dalam hal ini ulama memiliki ijtihad yang berbeda terkait hukum menghadiri undangan pernikahan.
Memenuhi undangan walimah yaitu resepsi pernikahan hukumnya fardhu sehingga bagi yang diundang dilarang tidak hadir. Madzhab Hanafi mempunyai dua pendapat: Pertama, hukumnya sunnah mu’akkadah, baik undangan walimah maupun yang lain, selama syarat-syaratnya terpenuhi; Pendapat kedua menyatakan hukumnya sunnah mu’akkadah mendekati wajib untuk walimah. Inilah pendapat yang masyhur.
Sedangkan memenuhi undangan selain walimah lebih baik daripada tidak memenuhi. Ada yang berpendapat bahwa memenuhi undangan walimah hukumnya wajib. Sedangkan memenuhi undangan selain walimah, seperti undangan khitanan, undangan makan sepulang dari bepergian jauh dan sebagainya, hukumnya sunnah. Demikian pendapat madzhab Hanafi.
Menurut madzhab Maliki, memenuhi undangan makan terbagi lima: Pertama, wajib untuk undangan resepsi pernikahan (walimah); Kedua, dianjurkan untuk undangan makan temu kangen; Ketiga, mubah (boleh) untuk undangan makan bertujuan baik seperti aqiqah, pulang dari perjalanan jauh, selesai membangun rumah, khitanan, dan sebagainya; Keempat makruh untuk undangan makan bertujuan membanggakan diri dan pamer; Kelima, haram bagi orang yang haram menerima hadiah, misalnya hakim diundang makan oleh salah ssatu dari dua orang yang sedang beperkara.
Undangan wajib atau sunnah dihadiri jika memenuhi syarat:
- Si pengundang bukan orang yang menampakkan perbuatan fasik (dosa) juga bukan orang yang zhalim atau bertujuan untuk membanggakan diri dan riya, atau untuk mempengaruhi undangan agar membantu proyek kemaksiatannya; seperti hakim diundang supaya memutuskan hukum secara tidak adil.
- Yang diundang tidak terhalang uzur syar’i yakni halangan yang menjadikannya boleh tidak shalat berjam’ah seperti sakit.
- Undangan harus ditujukan secara khusus. Jika undangan bersifat umum, misalnya: “Mari hadiri acara…”, tanpa menyebutkan namanya maka memenuhinya tidak waiib.
- Walimah tidak mengandung hal-hal yang diharamkan atau yang dimakruhkan.
Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka mengahdiri undangannya tidak sunnah, apalagi wajib. Penulis: M.FSA I Editor: Apr