Tiga Kebohongan yang Diperbolehkan dalam Islam
Jakarta, Deras.id – Islam memerintahkan umatnya untuk memiliki sifat jujur. Di mana hal ini harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tak jarang manusia juga bisa berbohong, di mana hal ini menjadi indikator lunturnya keimanan. Namun ada tiga kebohongan yang diperbolehkan dalam Islam.
Sebelumnya perlu diketahui sebutan bagi orang yang melakukan bohong di luar pengecuallian tiga hal kebohongan yang diperbolehkan. Dalam Surat An-Nahl ayat 105, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.” (QS. An-Nahl: 105)
Allah menegaskannya dalam ayat yang lain. Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Al-Azaab: 70)
Dalam sebuah buku Titik Nol, menjelaskan tiga pengecualian yang pertama ketika dalam peperangan, ketika bertindak sebagai juru damai, dan kebohongan suami untuk menyenangkan Istrinya.
Rasulullah SAW bersabda, “Kebohongan diperbolehkan dalam tiga hal, laki-laki yang berbohong dalam peperangan, mendamaikan di antara yang bertikai, dan laki-laki yang berbohong kepada istrinya untuk membuatnya rida.”
Dalam sebuah jurnal yang berjudul Berdusta dalam Tinjauan Hadis yang ditulis oleh Rukman Abdul Rahman Said bahwa diperbolehkan berbohong dalam peperangan karena hal tersebut merupakan siasat dan tak-tik peperangan untuk meraih kemenangan seperti yang diharapkan.
Sedangkan, jika dihadapkan pada suatu konflik, di mana dua belah pihak sama-sama memiliki dendam yang disimpan jika memang terpaksa untuk berbohong, maka boleh dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mendamaikan pihak yang berkonflik. Memiliki sifat dendam adalah penyakit hati, jika tidak segera diselesaikan maka akan berdampak buruk bagi jiwanya. Oleh karena itu jika memang berbohong dapat mengakurkan maka diperbolehkan. Karena sebagai umat Islam diajarkan untuk membangun hubungan yang damai, menciptakan keakraban, persahabatan untuk persatuan sebagai umat muslim. Namun, konteks berbohong di sini hanya dilakukan secara lisan tidak sampai masuk dalam hati.
Bukan hanya itu, ada satu kebohongan yang diperbolehkan yakni berbohong kepada istri. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga dan demi menyenangkan hati sang istri. Namun perlu ditekankan hal ini dilakukan dalam konteks tidak melanggar syariat Islam.
Misalkan dalam hal makanan yang dibuat oleh istri kurang enak, di sini suami diperbolehkan untuk tidak mengatakan yang sebenarnya karena dikhawatirkan menyakiti hati sang istri.
Hal itu juga disebutkan oleh Syekh Ibnu Abdur dalam kitab Taudiihul Aham min Buluughil Maraam. Mengutip perkataan Imam Nawawi, ia menjelaskan bahwa bohong boleh dilakukan asalkan itu adalah satu-satunya cara untuk mencapai suatu tujuan yang baik.
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya berbohong, walaupun pada dasarnya hukumnya haram, namun ia boleh dilakukan dalam beberapa kondisi tertentu. Setiap tujuan yang baik jika masih memungkinkan diperoleh tanpa berbohong, maka berbohong dalam kondisi demikian hukumnya haram. Namun, jika tujuan yang baik itu tidak mungkin diperoleh kecuali dengan berbohong, maka hukum berbohong adalah boleh. Jika tujuan yang baik itu bersifat mubah, maka berbohong hukumnya mubah, dan jika tujuan yang baik itu bersifat wajib, maka berbohong hukumnya wajib.”
Penulis: Una l Editor: Ifta