Iam Murda, Menggapai Asa Perdamaian di Papua Melalui Seni & Budaya

Sejak jatuh cinta kepada seni, Imam Murda mendedikasikan hidupnya berkecipung dalam dunia tari dan film.  Perjalanan tak mudah menjadi pemicunya untuk terus berkarya.

Iam aktif dan mengikuti seni tari mulai dari SD kelas 4. Iam aktif mengikuti kegiatan tari berlatih dengan teman-temannya dimana lingkungannya menumbuhkan kecintaannya akan seni semakin kuat. Menginjak bangku SMA Iam aktif mengikuti event-event dan perlombaan yang dibuat oleh komunitas-komunitas yang sadar akan seni dan budaya Papua hingga sampai pada jenjang kuliah dia memutuskan untuk mewujudkan mimpinya kuliah di IKJ (Institute Kesenian Jakarta) akan tetapi mimpinya di jenjang S1 tidak seperti yang dia harapkan karena mengalami penolakan oleh papanya, sehingga ia mengambil jurusan Teknik elektro atas dasar keinginan papanya di Provinsi Makassar. 

Ketertarikan Iam di dunia seni tidak menyurutkan niatnya untuk terus mengasah kemampuan menarinya, pada S1 ini Iam semakin mendalami dunianya dengan aktif di sanggar tari, mengenal semakin banyak orang yang juga menggeluti dunia seni dan budaya. Kesempatan ini digunakan untuk memperluas jaringan dan juga mengasah bakat seninya, walaupun tidak fokus dengan jurusan yang diambilnya Iam bisa menyelesaikan kuliah S1-nya. 

Iam ingin menguji bakatnya dengan mengikuti perlombaan, pada tahun 2008 Iam meraih juara 1 nasional di ajang Let’s Dance Goes to Japan, tidak berhenti di situ pada tahun 2009 Iam mewakili Indonesia di ajang Gatsby Styling Dance Contest Asia dan berhasil meraih juara 3. Pengasahan bakat dan karirnya coba ia tingkatkan lagi, tahun 2010 Iam ingin berkarir dalam bidang seni, setelah menyelesaikan S1 nya dia masuk dalam komunitas Jecko’s Dance Company yang membawanya mengikuti tour ke beberapa negara seperti Hamburg, Berlin, Singapura dan Melbourne Iam berkata “bukan uang yang membawa saya keluar negeri, tetapi bakat yang saya miliki,”. 

Di sini dia sadar bahwa ilmu menjadi hal yang penting, jika dia memiliki ilmu maka mimpi yang dia harapkan akan terwujud. Harapan dia untuk melanjutkan S2 akhirnya terwujud setelah dia mendapatkan beasiswa unggulan, dia masuk di Program Magister Seni, kampus Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta fokus di bidang seni tari, keinginan yang sempat tertunda tak menurunkan semangatnya untuk kuliah di tempat yang dari dulu diinginkan. 

Setelah lulus S2 pada tahun 2015, Ia Kembali ke Jayapura. Mirisnya kondisi yang terjadi di kampungnya tak seramai dulu mulai jarang diadakan event yang berpengaruh semangat untuk menjaga seni tari mulai memudar karena minimnya wadah untuk menuangkan bakat mereka. 

Iam sadar kondisi ini bisa mengancam budaya dan seni di tanah kelahirannya jika tidak segera dibuat wadah, 8 April 2016 dibuatlah komunitas Indonesia Art Movement sebagai wadah menampung para pemuda dan pemudi serta masyarakat Papua yang ingin mengekspresikan dirinya.

Iam sadar bahwa, sumber daya manusia di Papua masih kurang mumpuni sehingga di sini komunitas Indonesia Art Movement membuat pelatihan dalam hal fotografi, pembuatan film, seni rupa, fashion, pengiklanan dan juga membuat event-event

Banyak pemuda dan pemudi Papua yang berbakat akan tetapi perlu dorongan untuk meyakinkan mereka, untuk melakukan pendekatan Iam sering nongkrong dengan mereka menumbuhkan rasa percaya diri dengan bakat yang mereka punya. “mereka (pemuda dan pemudi Papua) sebenarnya berbakat akan tetapi mereka malu,”.

Iam sadar mengabadikan budaya seni sangat penting, sehingga Iam mencoba memvisualisasikan melalui Film, setiap event bisa didokumentasikan dan dapat dikenal oleh kalangan luas.

Menciptakan film, bukanlah hal yang mudah, memerlukan scenario, ide yang tepat serta alat penunjang pembuatan film yang biayanya tidak sedikit. Iam sadar itu bukan menjadi kendala “tidak harus ada uang untuk berkarya” walaupun film pendek Ko Pi Bulan Mei dan juga Miki’s Hop yang pernah dibuat tidak sedikit menuai banyak kritikan. Iam sangat sadar akan hal itu. Semakin memicu semangat untuk terus melakukan perbaikan. Iam juga menjalin jaringan di luar Papua agar bisa mengetahui perkembangan yang terjadi.

Pertunjukan seni Hip Hope (Foto: Iam Murda)

Iam tinggal di daerah Urban yakni antara ibu kota dengan masyarakat perkampungan yang masih kental dengan budaya tradisional, menariknya kondisi ini memunculkan ide untuk mengkolaborasikan antara budaya modern dengan budaya tradisional Papua. Dalam sebuah event yang diadakan oleh Galeri Indonesia Kaya sebagai wadah memperkenalkan kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia, Iam murda Bersama tim papua ikut serta berpartisipasi dalam event ini. Di sini dia melalui bentuk pertunjukan hip hop, music rap, dan street dance yang dikombinasikan dengan beberapa instrumen music, vocal serta gerak tari Papua. Pertunjukan seni Hip Hope Papua merupakan bentuk representasi suara minor serta sebuah harapan (Hope) generasi muda (Hip Hop) khususnya kota Jayapura bahwa Papua sedang tidak baik baik saja. Tunas kelapa menunjukan filosofi bahwa perlu adanya generasi muda yang sadar akan hal kerusakan alam yang terjadi, bagaimana hutan dieksploitasi besar-besaran secara lambat-laun jika tidak dicegah akan mengalami kerusakan fatal dimana orang Papua untuk kelangsungan hidupnya sangat menggantungkan hidupnya dengan alam oleh karena itu jika alam rusak maka generasi muda juga bisa punah. Melalui event ini tarian Hip Hope menjadi bahasa nonverbal untuk menunjukan kondisi alam Papua.

Pendidikan:

Karya Cipta:

Penulis: Una

Exit mobile version