Jakarta, Deras.id – Kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Timah Tbk semakin mendalam setelah kesaksian dari Musda Anshori, mantan Kepala Bidang Pengawasan Tambang dan Pengangkutan PT Timah, terungkap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/9/2024). Musda membeberkan adanya kesepakatan antara PT Timah dengan lima smelter swasta pada tahun 2019, yang diduga menjadi salah satu pemicu peningkatan produksi bijih timah secara signifikan.
“Kesepakatan itu ada efek besarnya. Setelah adanya kesepakatan, produksi bijih timah PT Timah melonjak menjadi 76 ribu metrik ton pada 2019,” Musda dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/9/2024).
Musda menjelaskan bahwa kesepakatan tersebut dilakukan sebagai respons atas anjloknya produksi bijih timah PT Timah pada tahun 2018, yang tidak mencapai target sebesar 25 ribu metrik ton. Adapun kelima smelter yang terlibat dalam kesepakatan tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, serta PT Tinindo Internusa, bersama dengan perusahaan afiliasinya.
“Karena di kawasan abu-abu ini memang tidak bisa kami terbitkan surat IUP. Nah di situ ada pertambangan ilegal yang dikerjakan masyarakat secara tradisional dan ada yang agak lebih modern,” ujar Musda.
Kesepakatan ini diduga turut memfasilitasi aktivitas penambangan ilegal di wilayah abu-abu, yang melibatkan alat ponton isap jenis rajuk, terutama di lepas pantai. Tiga perwakilan PT RBT, yakni Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriansyah, telah menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Harvey didakwa menerima uang sebesar Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun. Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan terancam pidana sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, meskipun Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut, ia didakwakan karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu. Reza diancam dengan pidana sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Saiful