Jakarta, Deras.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng pada periode 2021-2022. Penetapan ini mendapat reaksi dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) yang khawatir bakal berdampak pada iklim investasi sawit di Indonesia.
“Kami sangat prihatin anggota kami terkena kasus itu. Kok sampai begini? Mereka sudah patuh dan melaksanakan kebijakan pemerintah kok dipidana. Kalau kasus ini terus berlanjut ini bisa berdampak pada terganggunya iklim investasi,” tutur Ketua Umum Gapki, Eddy Martono kepada wartawan dikutip Deras.id, Jumat (21/7/2023).
Sawit dan CPO menyumbang devisa sangat besar. Kebijakannya pun masih kerap berubah-ubah. Oleh sebab itu, penegakan hukum diharapkan dapat dilakukan secara hati-hati serta tidak sampai berdampak pada terganggunya bisnis termasuk nasib buruh dan petani yang bergantung pada sektor ini.
“Semua anggota Gapki itu patuh terhadap kebijakan pemerintah, di mana saat itu kebijakan pemerintah berubah-ubah sangat cepat dan kami patuh terhadap itu. Kalau pemidanaan terus berlanjut, investasi kita tidak kondusif, tidak ada kepastian hukum. Nantinya kami akan jauh lebih hati-hati. Pengusaha akan takut bila ada kebijakan yang berubah-ubah karena ujungnya kami yang disalahkan ketika melaksanakan kebijakan itu,” kata Eddy Martono.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana menyampaikan bahwa kasus izin ekspor CPO menyebabkan kerugian pada negara yang berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yakni Rp6,47 triliun. Akan tetapi, BPK belum melakukan audit.
Padahal berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 6 Tahun 2016 hanya BPK yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian negara. Tim kuasa hukum mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Objek permohonannya yakni Permendag No 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng. Akibat diterbitkannya Permendag tersebut, perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka kehilangan hak untuk menagih Dana Pembiayaan kepada BPDPKS dikarenakan aturan yang tertera dalam Permendag Nomor 6 tahun 2022 menjadi tidak berlaku.
“Klien kami adalah korban dari kebijakan pemerintah yang tidak proper. Jangankan mendapat untung Akibat perubahan kebijakan itu, klien kami menderita actual loss sebesar Rp1.933.272.463.730,” ucap Kuasa hukum para tersangka, Marcella Santoso.
Penulis: Risca l Editor: Rifai