Gorontalo, Deras.id – Provinsi Gorontalo memiliki banyak kesenian rakyat. Salah satunya adalah kesenian Turunani. Namun, ekosistem kesenian Turunani di Gorontalo mengalami pasang surut akibat digilas oleh perkembangan teknologi.
Anak – anak muda di Gorontalo mulai acuh pada seni Turunani. Justru, masyarakat transsmigranlah yang tertatik dan menghidupkan untuk melestarikan seni Turunani. Seperti halnya perkembangan Seni Turunani di Desa Bukit Aren, Gorontalo.
Dalam praktiknya, seni Turunani dimainkan oleh satu kelompok yang terdiri dari 6 hingga 10 perssonil. Masing- masing memiliki peran yang berbeda- beda. Umumnya, 2 personil bertugas sebagai penari, sisanya bertugas sebagai penabuh marawis dan penyanyi syair sholawat.
Tarian yang dimainkan bersamaan dengan seni Turunani dinamakan Molapi Saronde yakni tarian adat yang dimainkan dalam acara – acara sacral. Misalnya, penyambutan acara pernikahan dan penyambutan tamu. Tidak semua orang bisa melakukan tarian Molapi Saronde, sebab ada pakem khusus dalam gerakan tarian yang harus diataati.
Seorang penari pada seni Turunani yang merupakan keturunan suku Melayu Gorontalo, Farmawati menjelaskan mengenai hal itu. Peran Fatmawati pada kelompok seni Turunani yaitu sebagai penyanyi. 2 tahun terakhir, ia mulai mempelajari tarian Turunani. Hingga saat ini, Fatmawati berperan sebagai seorang penyanyi sekaligus seorang penari.
“Baru – baru ini saja saya mulai aktif ikut arisan Turunani dan belajar Tari Turunani,” tutur wanita 38 tahun itu.
Sprit Fatmawati untuk mempelajari lebih dalam kesenian Turunani bukanlah tanpa sebab. Semuanya berawal dari keprihatinannya atas sediikitnya masyarakat yang mulai menggemari seni Turunani. Terlebih, orang tua Fatmawati adalah seorang seniman Turunani.
“Orang tua saya adalah seniman Turunani. Saya belajar Turunani biar tidak punah,” imbuh guru Paud itu.
Fatmawati bersama dengan sejawat kelompok Turunani gemar mengajak warga transmigran di desanya untuk mengikuti arisan Turunani. Tujuannya, tak lain dan tak bukan untuk melestarikan Turunani. Melalui kesenian ini, masyarakat setempat dapat meningkatkan kwalitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, begitulah dahlihnya dalam mengajak partisipasi para transmigran. Terlebih, kesenian ini mirip dengan kesenian yang eksis di Pulau Jawa yakni hadrah.
“Hampir semua ikut arisan. Ya, orang local dan Trans,” imbuhnya singkat.
Di desa Bukit Aren, terdapat 586 KK. Golongan masyarakat inilah yang turut mendorong eksisnya seni Turunani.
Fatmawati berharap, dengan adanya konsistensi aktivitas seni Turunani, anak- anak muda di Gorontalo juga tergerak untuk berperan melestarikan seni Turunani.
Penulis: Hilal l Editor: Dian