Sindikat Narkoba yang Tak Kunjung Sirna
Narkoba masih terus menghantui Negeri ini, hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya kasus tindak pidana narkoba baik itu oleh para gembong (pengedar), pengguna, dan bahkan terdapat oknum aparat penegak hukum yang terlibat. Kasus atas perbuatan pengedaran narkoba yang menjerat Eks Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa merupakan kasus yang baru-baru ini terjadi dan menggemparkan Negeri ini. Mantan Kapolda yang sharusnya turut serta dalam memberantas narkoba. Namun justru terlibat di dalamnya.
Terjeratnya publik figure (artis) kedalam lubang narkoba juga menjadi daftar panjang kasus narkoba di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) melaporkan, ada 851 kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan (narkoba) di Indonesia pada 2022. Jumlah tersebut naik 11,1% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 766 kasus. Hal ini sangat mengkhawatirkan dengan masih tingginya kasus penyalahgunaan narkoba.
Narkoba di Indonesia
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari situs blitarkab.bnn.com, sejarah dari narkoba berawal pada tahun 2000 SM, dimana pada saat itu telah dikenal serbuk sari bunga Opion (Opium) atau candu atau biasa di sebut “Hul Gill” yang artinya obat yang menggembirakan oleh masyarakat Sumeria. Pada saat itu, serbuk sari ini sudah diketahui memiliki fungsi sebagai obat tidur atau obat penghilang rasa sakit saat dihirup. Selain itu, serbuk sari bunga Opion ini digunakan sebagai racun untuk berburu karena bisa membuat sang mangsa tertidur. Opium inilah yang merupakan bahan dasar dari pembuatan narkotika.
Sedangkan di Indonesia penggunaan obat-obatan jenis opium dikenal sebelum Perang Dunia II, tepatnya pada zaman penjajahan Belanda. Namun pada tahun 1970 terjadi masalah global tentang narkoba. pada tahun itu, penyalahgunaan narkotika sangat meningkat dan memakan banyak korban, terutama anak muda. Hal tersebut berawal dari masalah anak-anak muda di Amerika Serikat, kemudian mulai berpengaruh ke seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.
Pada Tahun 1971, Presiden RI mengeluarkan instruksi No. 6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi bernama BAKOLAK INPRES 6/71, Badan ini menanggulangi setiap bentuk yang mengancam keamanan negara, seperti narkotika, penyelundupan, pemalsuan uang, kenakalan remaja, dan pengawasan terhadap orang asing.
Melihat dari sejarahnya, dapat ditarik kesimpulan jika penggunaan narkoba di Indonesia telah berlangsung cukup lama, selain itu dari periode masa tersebut juga ditemukan masalah yang sangat pelik terkait penyalahgunaan narkoba, yang awalnya diperuntukkan sebagai obat. Akan tetapi disalahgunakan sebagai drug (obat) yang memabukkan karena dalam penggunaanya yang melebihi dosis.
Pada umumnya terdapat beberapa jenis narkoba yang ditemukan dan sering disalahgunakan oleh masyarakat dunia yaitu ganja, opioid, amfetamin, kokain, dan ekstasi. Berdasarkan data World Drug Report 2022 yang dirilis oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), ganja merupakan jenis narkoba yang paling banyak didunia yakni terdapat sekitar 209 juta pengguna ganja secara global pada 2020. Dimana pengguna ganja terbanyak yaitu di kawasan Amerika (66,64 juta) pengguna, Asia (60,8 juta) pengguna, Afrika (49,2 juta) pengguna, Eropa (29,26 juta) pengguna, dan Oseania (3,26 juta) pengguna. Selain ganja, ada juga opioid atau obat penghilang rasa sakit yang penggunanya mencapai 61 juta orang.
Sedangkan di Indonesia, ganja juga menjadi barang bukti narkoba yang paling banyak disita oleh BNN. Berdasarkan data yang dihimpun oleh BNN, jumlah ganja yang disita mencapai 28,47 ton dalam periode 12 tahun terakhir (2009-2021). Selain itu, BNN juga banyak menyita narkoba jenis sabu dengan jumlah barang bukti sebanyak 5,02 ton dan obat-obatan terlarang lainnya.
Ganja adalah jenis narkoba yang sangat sering ditemui, hal ini dikarenakan di wilayah tertentu di Indonesia ditemukan ladang ganja dengan luas yang sangat fantastis. Hal ini ditunjukan salah satunya dengan ditemukannya ladang ganja seluas 25 hektare pada tahun 2020 oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di wilayah Desa Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan untuk para pengguna narkoba di Indonesia, BNN mengelompokkan para pemakai berdasarkan kelompok usianya dan dibedakan kedalam dua jenis (pernah pakai dan atau setahun pakai).
Indonesia Drugs Report 2022, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengelompokkan para pemakai narkoba dalam tiga kelompok usia. Kelompok 15-24 tahun; kelompok 25-49 tahun; dan 50-64 tahun. Berdasarkan data, kelompok usia 25-49 tahun merupakan paling banyak mengonsumsi narkoba pada 2021 lalu.Sedangkan kelompok 25-49 tahun, yang pernah pakai prevalensinya mencapai 3% pada 2021. Sementara yang sudah pakai narkoba setahun, prevalensinya mencapai 2,02%.
Menurut laporan dari BNN, Sabu merupakan jenis narkoba yang paling banyak diungkap, yakni pada sepanjang tahun 2021 terdapat 22.950 kasus, diikuti oleh narkoba jenis ganja sebanyak 2.105 kasus dan kasus jenis narkoba lainnya. Adapun kasus narkotika yang berhasil ditangani sepanjang 2021 berjumlah 766 kasus, dengan total jumlah tersangka 1.184 orang. Penanganan kasus narkotika pada 2021 paling banyak berada di Sumatera Utara, yakni 54 kasus. Diikuti Jawa Timur 47 kasus dan Jawa Barat 41 kasus.
Masih tingginya kasus narkoba diberbagai wilayah adalah pertanda jika para pengedar narkoba masih sangat leluasa menjajakan dagangan haramnya. Hal ini tentu menjadi sorotan tajam terhadap pemerintah terutama BNN dan penegak hukum, selaku instansi yang mempunyai wewenang memberantas narkoba hingga ke akar-akarnya. Sebab, penyalahgunaan narkoba masih akan tumbuh subur di Indonesia jika para penegak hukum tidak menjalankan hukum dengan tegas dan masih pandang bulu ketika menindak terhadap para pelaku narkoba (pengedar ataupun pengguna).
Kasus Narkoba yang pernah terjadi
Kasus narkoba bukanlah kasus remeh temeh, sebab dampak yang diakibatkan sangatlah fatal. Dilansir dari bnn.go.id, dampak negatif akibat penyalahgunaan narkoba antara lain yaitu akan terjadi perubahan sikap (perangai dan kepribadian), emosi tidak terkontrol dan dapat menimbulkan perilaku menyimpang.
Tentu hal tersebut sangat buruk apabila dibiarkan terus menerus karena para generasi bangsa akan rusak. Pasti sangat miris bila ini terjadi, pihak yang paling pertama patut disalahkan adalah para sindikat pengedar atau bandar narkoba. Sebab telah sangat jelas bahwa bisnis narkoba merupakan hal yang ilegal, namun mereka tetap melakukannya untuk mendapatkan keuntungan yang menggiurkan.
Terdapat beberapa kasus narkoba yang berhasil ditindak oleh polisi dan sebagian dijatuhi hukuman mati, berikut ini beberapa kasusnya. Pertama merupakan salah satu kasus narkoba terbesar di Indonesia yang dilakukan oleh Freddy Budiman, pada dasarnya dia telah beberapa kali terlibat kasus narkoba, pertama pada tahun 1997, kemudian tahun 2009 (kedapatan memiliki sabu 500g dan dihukum 3 tahun 4 bulan), tahun 2011 (kedapatan memiliki 300 gram heroin, 27 gram sabu, dan 450 gram ekstasi, divonis 9 tahun penjara).
Pada tahun 2013, Freddy Budiman kedapatan mengedarkan narkoba dan membangun pabrik sabu dari balik jeruji besi. Dia terbukti mengorganisir penyelundupan 1.412.476 butir ekstasi dari China pada Mei 2012. Kemudian, ia divonis hukuman mati dan dieksekusi pada 29 Juli 2016 di Nusakambangan, Jawa Tengah.
Kedua kasus narkoba yang dilakukan oleh Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dimana keduanya ditangkap pada 17 April 2005 di Bandara Ngurah Rai Bali akibat upaya penyelundupan heroin seberat 8,3 kilogram ke Indonesia. Ketiga penangkapan Mary Jane Fiesta Veloso, yang merupakan warga Negara yang berasal dari Bulacan, Filipina, ditangkap polisi di Bandara Adisutjipto Yogyakarta pada 25 April 2010 setelah kedapatan menyelundupkan 2,6 kilogram heroin dan dijatuhi hukuman mati setelah itu oleh Pengadilan Negeri Sleman. Dll.
Upaya Pemerintah Memberantas Narkoba
Pemerintah Indonesia sangat getol dalam memberantas narkoba, hal ini dikarenakan dampak dari narkoba yang sangat buas. Bentuk keseriusan pemerintah dalam memberantas narkoba salah satunya yaitu mengeluarkan Undang-undang dan berbagai peraturan terkait narkoba untuk menekan penyalahgunaan narkoba.
Undang-undang (UU) Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika merupakan landasan yang digunakan dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkoba, selain itu ada juga peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 24/2021 tentang pengawasan pengelolaan obat, bahan obat, narkotika, dan prekursor farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian dan berbagai macam aturan lainya.
Namun yang menjadi tanda tanya? Catatan pentingnya adalah apakah dengan segenap aturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah sangat efektif dalam memberantas narkoba?. Say no to Narkoba seharunya mulai ditanamkan sejak dini, pengetahuan akan berbagai macam jenis narkotika dan obat-obatan lainnya yang cenderung berbahaya apabila disalahgunakan perlu diedukasi sejak dini.
Apabila melihat dari prevelensi para pengguna narkoba rentan usia remaja 15-24 tahun merupakan rentan usia dengan pengguna cukup banyak. Hal ini bukanlah tidak ada asal muasalnya, sebab apabila dilihat dari sisi psikolgi notabene pada rentan usia remaja biasanya seseorang akan memiliki rasa penasaran yang tinggi.
Dilansir dari sehatnegeriku.kemkes.go.id, Usia remaja biasanya memiliki rasa penasaran yang tinggi dan cenderung berani mengambil risiko atas apa yang dilakukannya tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu. Pada usia tersebut seseorang cenderung berani mengambil resiko, hal ini sangat riskan apabila tidak dibarengi pengetahuan (edukasi) akan bahaya penggunaan narkoba. Dilain sisi para penegak hukum juga perlu menggenjot kinerjanya dalam memberantas narkoba, terutama menindak para pengedarnya dan juga memberikan stimulus terhadap orang yang telah terpapar narkoba agar tidak lagi terjerumus dalam penggunaan barang haram tersebut.
Penulis: HvD l Editor: Uud