RUU Sisdiknas 2022, Benarkah Membawa Perubahan yang Lebih Baik?
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah merilis Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) tahun 2022. RUU ini rencananya akan mengintegrasikan tiga UU tentang pendidikan di Indonesia, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No 14 Tahun 2004 Tentang Guru dan Tenaga Kependidikan, serta UU No 12. Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Tujuan RUU Sisdiknas merupakan upaya dan strategi baru untuk meningkatkan mutu pendidikan yang masih minim melalui tiga pilar utama yaitu mengurai hambatan birokrasi perundang-undangan, menyederhanakan sistem pendidikan yang kaku, serta membenahi mutu dan kesejahteraan guru.
Namun, pasal-pasal dalam RUU ini menuai banyak kontroversi di antara pelaku pendidikan maupun masyarakat luas. Beberapa pasal kontroversial terdapat di pasal 31 ayat 1 yang tidak menyebutkan madrasah sebagai satuan jenjang pendidikan, pasal 105 huruf a sebab tidak memuat hak guru terkait tunjangan profesi guru (TPG), hingga pasal 109 yang mewajibkan guru lulus pendidikan profesi guru (PPG).
RUU Sisdiknas masih dalam tahap rancangan (draft) yang sampai saat ini masih terus didiskusikan dengan berbagai pihak. Dalam keadaan demikian, semua pemangku kepentingan memiliki hak yang berimbang dalam memberikan pandangan, masukan, dan aspirasi terkait RUU ini.
Absennya Madrasah Sebagai Sistem Pendidikan Nasional
Madrasah adalah sarana pendidikan formal masyarakat terlebih sebagian besar penduduk bangsa ini beragama islam. Lembaga Pendidikan ini punya peranan vital dalam sistem Pendidikan Indonesia namun perannya terabaikan terutama dalam RUU Sisdiknas terbaru yang bahkan tidak menyebutkan “madrasah” sebagai salah satu sistem Pendidikan nasional. Padahal sebelumnya madrasah diatur dalam UU Sisdiknas tahun 2003. Madrasah disebut bersamaan dengan SD dan SMP sesuai dengan jenjang kedua sekolah tersebut.
RUU Sisdiknas memang tidak menyertakan madrasah. Draft ini hanya membahas pendidikan keagamaan yang tercantum dalam pasal 32 bab VI tentang jenis pendidikan.
“Pendidikan Keagamaan merupakan Pendidikan yang mempersiapkan pelajar untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi landasan untuk menjadi ahli ilmu agama atau peranan lain yang memerlukan penguasaan ajaran agama,”
Kemenag merilis terdapat 83.540 lembaga Pendidikan madrasah yang ada di Indonesia per tahun 2021 mulai dari jenjang RA sampai MA. Peranan madrasah sangat aktif dalam membentuk karakter masyarakat serta mewadahi dan merawat ideologi islam. Tidak adanya madrasah dalam RUU Sisdiknas dikhawatirkan menimbulkan masalah baru seperti membangun kesenjangan mutu Pendidikan antara sekolah dan madrasah serta memancing masalah disintegrasi bangsa.
Tunjangan Profesi Guru Dihapus
Dalam Pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak satupun ditemukan klausul terkait hak guru mendapatkan Tunjangan Profesi Guru. Pasal ini hanya memuat klausul tentang hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial guru.
Dalam pasal 105 tertulis, Dalam menjalankan tugas keprofesian, Pendidik berhak: memperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bunyi dalam pasal 105 RUU Sisdiknas ini berbanding terbalik dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU Guru dan Dosen pemerintah secara eksplisit, jelas mencantumkan pasal mengenai Tunjangan Profesi Guru.
Pasal 16, ayat (1) “Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Ayat (2) “Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.”
Ayat (3) “Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).”
Perbedaan yang sangat kontras ini antara RUU Sisdiknas dengan UU Guru dan Dosen ditakutkan menimbulkan kerugian bagi jutaan guru dan dosen. Selama ini tunjangan profesi guru dianggap sebagai salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan harkat dan martabat guru. Sehingga guru dengan memperoleh tunjangan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Selama ini, guru maupun dosen sudah mau mengajar meskipun tingkat kesejahteraannya tergolong rendah. Mereka bertahan dengan prinsip pengabdian serta kebermanfaatan bagi anak bangsa. Namun, penghapusan TPG di RUU Sisdiknas akan melukai rasa keadilan tenaga pendidik.
Wajibnya Pendidikan Profesi Guru Menyulitkan Para Guru
Syarat guru sebelumnya diwajibkan memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV. Namun dalam aturan RUU Sisdiknas, disebutkan bahwa setiap orang yang akan menjadi guru wajib dari Pendidikan Profesi Guru (PPG), seperti bunyi Pasal 109.
Pasal ini mengarahkan guru untuk lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai syarat untuk menjadi tenaga pengajar. Peraturan demikian memang baik agar tenaga pengajar bersertifikasi layak dalam melakukan proses transfer ilmu. Namun jika ditilik dari tenaga pengajar yang ada, tidak semua guru yang ada di Indonesia mampu lolos PPG. Banyak guru yang mengaku PPG sangat rumit dan sulit, mereka yang ikut pun belum tentu lulus dan mendapatkan sertifikasi.
Adanya klausul wajib ini mengindikasikan jika semua guru harus bersertifikasi. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana dengan guru yang tidak mampu lolos, apakah kemudian tidak akan mendapatkan izin mengajar, atau haknya sebagai tenaga pendidik akan dikurangi. Pemerintah memang memberikan klarifikasi jika guru yang tak lolos PPG masih bisa mengajar namun peraturan yang demikian akan tetap membuka celah besar ketidakadilan hak tenaga pengajar yang tak punya sertifikasi PPG.
Dibutuhkan Penyempurnaan RUU Sisdiknas 2022
RUU Sistem Pendidikan Nasional baru diusulkan dalam Prolegnas pada akhir Agustus 2022; namun rancangan yang baru dirilis ini menuai banyak polemik dan menimbulkan kecemasan teruma bagi para pendidik sehingga berbagai upaya dilakukan untuk memblokir pintu masuk disahkannya RUU Sisdiknas.
Memang, tidak ada kebijakan yang dapat memenuhi semua keinginan keseluruhan aspek. Win-win solution pada akhirnya merupakan kompromi yang harus membangun jalan tengah. Sepatutnya RUU Sisdiknas menimbang dengan jernih dasar-dasar penetapan pasal-pasal yang diajukan sebelum ditetapkan. Pandangan perlu diperluas dari berbagai aspek sudut pandang. Jangan sampai UU yang diterbitkan bukan mempermudah sistem Pendidikan namun menimbulkan konflik baru yang tidak berkesudahan.
Penulis: Ainur | Editor: Lailatul Fajriyah