Analisa

Program Ketahanan Pangan dan Dampaknya pada Ekonomi Desa Tahun 2025

Program ketahanan pangan yang disusun oleh pemerintah dan akan running pada tahun 2025 salah satunya merupakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program tersebut diproyeksikan membawa dampak signifikan terhadap perekonomian desa. Dengan total anggaran sebesar Rp 139,4 triliun, program ini diarahkan untuk memperkuat sektor pertanian melalui intensifikasi lahan, peningkatan akses sarana produksi (pupuk, benih, pestisida), dan penguatan infrastruktur seperti bendungan dan irigasi. Sebagian besar anggaran dialokasikan melalui kementerian/lembaga (Rp 42,1 triliun), subsidi pupuk (Rp 44,16 triliun), dan dana desa (Rp 16,25 triliun). Fokus pada pembelian bahan baku lokal untuk program MBG, yang menyasar 19,47 juta penerima pada tahun pertama, akan meningkatkan likuiditas desa dengan peredaran uang tunai yang lebih besar. Hal ini memberikan peluang bagi koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk menjadi mitra strategis dalam penyediaan bahan baku, sehingga memperkuat ekonomi lokal.

Dampak ekonomi dari program ini diperkirakan meluas ke sektor ketenagakerjaan. Dengan target swasembada pangan, serapan tenaga kerja di sektor pertanian diproyeksikan meningkat, mengatasi tren penurunan jumlah pekerja di sektor ini. Menurut data BPS, tenaga kerja sektor pertanian pada Februari 2024 tercatat sebanyak 40,72 juta orang, dan program ini diharapkan menambah jumlah tersebut secara signifikan. Selain itu, efek pengganda dari anggaran besar ini dapat menjadi bantalan daya beli masyarakat desa, memperkuat ketahanan ekonomi lokal, dan mengurangi ketergantungan pada impor pangan. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada efektivitas implementasi, distribusi yang tepat sasaran, dan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat desa. Jika dikelola dengan baik, program ini tidak hanya akan memperkuat ketahanan pangan nasional tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi desa yang lebih mandiri dan berkelanjutan.

  1. Ketenagakerjaan

    Sektor pertanian tetap menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia meskipun mengalami tren penurunan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Februari 2024, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 40,72 juta orang, atau sekitar 28,63% dari total tenaga kerja nasional (142,18 juta orang). Namun, angka ini terus menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Program swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2025 diharapkan dapat membalikkan tren ini dengan menciptakan lapangan kerja baru. Dengan fokus pada intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, program ini akan melibatkan tenaga kerja di berbagai tahap, seperti persiapan lahan, proses produksi, distribusi hasil pertanian, dan pemasaran. Penyerapan tenaga kerja juga akan terjadi di sektor-sektor pendukung, seperti jasa pengangkutan, pengolahan hasil pertanian, dan penyediaan sarana produksi. Selain itu, pembelian bahan baku langsung dari koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk program MBG akan membuka peluang kerja baru di desa, khususnya di bidang pengelolaan dan distribusi bahan pangan. Program ini juga memiliki potensi besar untuk menarik generasi muda kembali ke sektor pertanian. Dengan adanya subsidi pupuk sebesar Rp 44,16 triliun dan infrastruktur pertanian yang lebih baik, sektor ini menjadi lebih menarik secara ekonomi. Jika program ini berhasil meningkatkan pendapatan petani, maka sektor pertanian dapat menjadi opsi pekerjaan yang lebih kompetitif dibandingkan sektor lain.

    Program Ketahanan Pangan dan Dampaknya pada Ekonomi Desa Tahun 2025

    2. Penguatan Infrastruktur Pertanian

    Salah satu kelemahan struktural sektor pertanian di Indonesia adalah rendahnya infrastruktur pendukung, seperti irigasi, bendungan, dan jalan desa. Dalam anggaran ketahanan pangan tahun 2025, pemerintah mengalokasikan Rp 12,63 triliun melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian. Infrastruktur ini mencakup pembangunan bendungan, irigasi, dan drainase untuk mendukung intensifikasi lahan. Penguatan infrastruktur ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan program swasembada pangan. Misalnya, irigasi yang baik dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, sehingga petani dapat memaksimalkan produktivitas lahan mereka. Dengan luas lahan pertanian yang mencapai 7,46 juta hektare pada tahun 2023 (data BPS), peningkatan produktivitas melalui infrastruktur yang memadai dapat menjadi kunci untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Selain itu, infrastruktur jalan desa dan fasilitas distribusi hasil pertanian juga perlu mendapatkan perhatian. Salah satu masalah utama yang dihadapi petani adalah sulitnya akses ke pasar, yang sering kali menyebabkan harga jual produk pertanian jauh lebih rendah di tingkat petani dibandingkan harga konsumen. Dengan infrastruktur distribusi yang lebih baik, pemerintah dapat memotong rantai distribusi yang panjang dan memastikan petani mendapatkan harga yang lebih adil. Dana desa sebesar Rp 16,25 triliun yang dialokasikan untuk program ketahanan pangan juga dapat dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur skala kecil, seperti lumbung desa, saluran air kecil, dan fasilitas pengolahan hasil panen. Infrastruktur ini akan memperkuat kemampuan desa untuk mengelola

    3. Kesehatan

    Program MBG yang menyasar 19,47 juta penerima manfaat pada tahun pertama merupakan langkah penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Program ini tidak hanya berfokus pada penyediaan pangan, tetapi juga memastikan bahwa pangan yang disediakan memenuhi standar gizi yang diperlukan oleh kelompok sasaran, seperti anak sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui. Kekurangan gizi kronis atau stunting masih menjadi masalah serius di Indonesia, dengan prevalensi stunting mencapai 21,6% pada tahun 2022 (data Kementerian Kesehatan). Dengan memberikan akses makanan bergizi secara gratis, program ini diharapkan dapat menurunkan angka stunting secara signifikan. Anak-anak yang tumbuh dengan asupan gizi yang cukup akan memiliki peluang lebih besar untuk mencapai potensi fisik dan kognitif mereka, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas jangka panjang. Program ini juga mendukung kesehatan ibu hamil dan menyusui, yang merupakan kelompok rentan terhadap kekurangan nutrisi. Dengan anggaran sebesar Rp 71 triliun, program MBG dapat memberikan dampak langsung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Selain itu, program ini juga menjadi stimulus ekonomi bagi petani lokal karena bahan baku untuk makanan bergizi akan dibeli langsung dari desa, sehingga memberikan dampak ganda (double impact): peningkatan kesehatan dan peredaran uang di desa.

    Sinergi Ketiga Aspek

    Ketiga aspek ini diharapkan saling mendukung dalam menciptakan ekosistem yang berkelanjutan bagi perekonomian desa. Dengan meningkatkan serapan tenaga kerja, memperbaiki infrastruktur, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui program pangan bergizi, desa-desa di Indonesia dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang mandiri. Efek pengganda dari program ini juga akan meningkatkan daya beli masyarakat, memperkuat likuiditas desa, dan mengurangi ketimpangan antara desa dan kota. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada efektivitas implementasi dan pengawasan. Pengawasan yang ketat diperlukan untuk memastikan bahwa anggaran yang besar ini digunakan sesuai dengan tujuan dan tidak terserap oleh korupsi atau inefisiensi. Selain itu, sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat desa harus terus diperkuat untuk memastikan keberlanjutan program ini. Dengan pengelolaan yang baik, program ketahanan pangan 2025 tidak hanya akan memperkuat ketahanan pangan nasional tetapi juga menciptakan fondasi yang kokoh untuk pembangunan ekonomi desa yang inklusif dan berkelanjutan. Program ini diharapkan menjadi model bagi kebijakan pembangunan pedesaan di masa depan, dengan menempatkan desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

    Namun, tantangan besar dalam implementasi program ini adalah memastikan efektivitas dan ketepatan sasaran. Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah penyimpangan, terutama dalam distribusi anggaran yang besar dan melibatkan banyak pihak. Selain itu, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat desa untuk memastikan program ini berjalan sesuai rencana dan memberikan manfaat maksimal.Secara keseluruhan, program ketahanan pangan 2025 merupakan investasi besar pemerintah dalam sektor pertanian dan ekonomi desa. Jika dikelola dengan baik, program ini akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi, meningkatkan likuiditas di perdesaan, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan pengawasan yang baik, program ini tidak hanya menguntungkan desa, tetapi juga menjadi fondasi bagi keberlanjutan ekonomi nasional di masa depan.

    Penulis: Fajri l Editor: RD

    Show More
    Dapatkan berita terupdate dari Deras ID di:

    Berita Terkait

    Back to top button

    Adblock Detected

    Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda, Untuk Menikmati Konten Kami