Problematika Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan badan usaha yang dikelola secara gotong royong bersama masyarakat desa. Menurut Undang-undangan Nomor 6 Tahun 2014 tentang “Desa” Bab X, Pasal 89 dijelaskan bahwa hasil usaha BUMDes dimanfaatkan untuk pengembangan usaha dan pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat konsen dalam pembangunan desa, dimana pemerintah telah menyalurkan dana desa senilai Rp 609,68 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari periode 2015-2024. Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Jaka Sucipta turut membenarkan akan hal ini.
“Dana desa tak kurang dari Rp 609 triliun mengalir ke desa sejak 2015-2024,” kata Jaka Sucipta.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah dalam pengeloaan BUMDes turut membantu dalam peningkatan pembangunan di desa atau pembangunan di desa bisa terjadi hanya karena faktor ditopang dana desa dan alokasi dana desa?. Sebab adanya usaha mandiri atau Pendapatan Asli (PA) Desa, secara tidak langsung pasti turut mempengaruhi pola perekonomian di tingkat desa.
BUMDes dan BUMDes Bersama di Indonesia
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar atau Gus Menteri mengatakan jika setiap desa hanya boleh memiliki satu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun, setiap BUMDes diperbolehkan untuk mendirikan berbagai unit-unit usaha.
“BUMDes di desa hanya boleh berdiri satu di setiap desa. Dengan demikian, jumlah BUMDes di Indonesia sama dengan jumlah desa,” kata Gus Menteri, pada hari Kamis (26/11/2020) lalu, sebelum menerima kunjungan Direktur Kantor Perwakilan International Fund for Agricultural Development (IFAD) Indonesia, Ivan Cossio Cortez di Jakarta.
Gus Menteri juga menyampaikan jika untuk BUMDes Bersama justru boleh di didirikan sebanyak-banyaknya karena BUMDes Bersama merupakan kerjasama antar desa.
“Bisa saja BUMDes di Papua kerja sama dengan BUMDes di Jawa. Karena bisa saja potensi unggulan di Papua dibutuhkan di Jawa, atau potensi di Jawa dibutuhkan di Papua,” ujarnya.
Perlu diketahui jumlah BUMDes di Indonesia sekitar 58.921 unit yang tercatat pada tahun 2023. Dengan jumlah BUMDes yang cukup masih menandakan pembangunan pada akar rumput cukup merata. Namun, kondisi ini tidak sepenuhnya bisa menjadi patokan.
Selain itu, dari data BUMDes.kemendesa.go.id diketahui juga pada tahun 2023 terdapat unit usaha yang telah berbadan hukum dengan rincian BUMDes sejumlah 18.382 unit dan BUMDes Bersama sejumlah 1.558 unit. Sehingga dari data ini dapat diketahui jika masih terdapat sekitar 38.981 unit usaha yang belum mengantongi ijin atau berbadan hukum.
BUMDes dan BUMDes Bersama yang berbadan hukum secara tidak langsung akan memberikan nilai lebih bagi unit usaha yang dijalankan, sebab dengan berbadan hukum BUMDes dapat melakukan kerjasama lebih mudah baik itu seperti pengajuan dana atau dalam proses pemasaran. Kondisi ini menjadi perhatian khusus Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), dalam mendorong BUMDes yang telah ada di untuk berstatus badan hukum.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Ditjen PEI, DTT), Harlina, mengungkapkan jika telah berbadan hukum akan membuat BUMDes punya nilai tawar lebih.
“Jadi bisa lebih ‘pede’ ketika bekerja sama dan punya nilai tawar untuk memasarkan produk-produknya karena sudah bersertifikat atau berbadan hukum. Termasuk mengupayakan mencari model baru inovasi, terobosan yang tentunya itu akan bisa menjadikan masyarakat desa lebih sejahtera,” ujarnya saat di acara webinar Inaugurasi Program New Desa Brilian tahun 2023.
Sehingga dalam hal ini, perlu mendorong para pegiat BUMDes untuk terus menerus berupaya dalam melakukan pengembangan usaha yang dijalankan terlebih lagi membuat BUMDes yang berbadan hukum. Maka peran pihak terkait sangat di perlukan karena pada dasarnya dengan majunya BUMDes di setiap daerah turut membantu kesejahteraan masyarakat dan pembangunan desa semakin maju.
Problem dalam pengelolaan
BUMDes sebagai unit usaha yang di gadang-gadang sebagai salah satu program terobosan dalam peningkatan pembangunan desa, sepatutnya menjadi prioritas bagi pemerintah. Meskipun pemerintahan Presiden Jokowi sangat konsen dalam pembangunan desa, dimana pemerintah telah menyalurkan dana desa senilai Rp 609,68 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari periode 2015-2024. Akan tetapi yang tidak menjadi konsen utama dari pembangunan BUMDes adalah perihal pengelolaan “Sumber Daya Manusia (SDM), Penentuan Potensi Desa dan Tata Kelola/ Manajemen BUMDes”.
SDM merupakan hal penting dan paling utama yang perlu diperhatikan, sebab mereka adalah para pelaku dan tujuan utama dari berdirinya BUMDes. Menurut Jurnal yang di publikasi oleh Cindi Pramita dkk pada 2022, yang berjudul “Pengaruh SDM dan Peran BUMDes Bangkit Jaya Terhadap Pengembangan Desa Wisata di Desa Sugih Waras Kecamatan Teluk Gelam Kabupaten Ogan Kemering Ilir” menunjukkan jika pengaruh SDM sangat berperan secara parsial dalam pengembangan desa. Dalam pengelolaan SDM, dapat dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan dan praktik untuk menambah pengetahuan para pengurus BUMDes.
Faktor lainnya yaitu pada proses penentuan potensi desa, sebab dalam hal ini perlu dilakukan observasi secara menyeluruh dan mendalam untuk memunculkan produk unggulan desa yang unik dan baru. Sebab, seringkali masih banyak desa yang memiliki produk unggulan yang sama dengan desa lain atau kurang memiliki nilai tawar lebih.
Selain Pengelolaan SDM dan penentuan potensi desa, tata kelola atau manajemen BUMDes juga sangat perlu diperhatikan karena hal ini yang akan turut menjadi acuan keberlanjutan dari usaha yang dilakukan. Berdasarkan Jurnal yang dipublikasi oleh Lilik Handjani dkk pada 2023 yang berjudul “Penguatan Manajemen Usaha untuk Mendukung Kontinuitas Operasional Badan Usaha Milik Desa” dijelaskan jika manajemen usaha yang berkaitan dengan pemasaran produk, penguatan kemampuan dalam pengelolaan, transparansi dan akuntabilitas keuangan serta prosedur pelaporan yang sederana dapat membantu kinerja BUMDes dapat berjalan efektif dan efisien.
Fakta dilapang bahwa masyarakat tidak mengetahui informasi penting tentang desa juga ditengarai kerap ditemui, kondisi ini menunjukkan jika dalam pengelolaan BUMDes tidak melibatkan masyarakat secara luas atau hanya orang yang dekat para elit desa yang turut mengelola BUMDes. Perilaku seperti ini selayaknya tidak ada, sebab secara tidak langsung BUMDes seakan-akan seperti ”bisnis keluarga” dan tentu kebermanfaatannya tidak bisa dirasakan secara luas bagi masyarakat sekitarnya.
Pengelolaan BUMDes yang baik tentu akan selaras dengan kesejahateraan masyarakat dan pembangunan desa yang maju, sebab itulah perlu adanya sosialisasi rutin dan peningkatan kapasitas orang-orang yang terlibat dalam kepengurusan BUMDes agar dalam pengelolaannya dapat berjalan secara kontinuitas.
Penulis: Hvd l Editor: Uud