Menilik Kebijakan Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran
Prosesi pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 diwarnai dengan berbagai hal menarik, terutama janji politik yang di gaungkan oleh masing-masing Pasangan Calon (Paslon). Salah satu yang menjadi sorotan adalah janji politik dari Paslon Prabowo-Gibran terkait program makan siang gratis. Sebab program ini di rasa membuang-buang banyak Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bila direalisasikan.
Diketahui bahwa paslon Prabowo-Gibran pada perolehan suara sementara di website KPU telah memperoleh suara sebesar 58% dari total 78% suara yang masuk atau mengungguli jauh dari pesaingnya, hal inilah yang membuat program prioritas paslon Prabowo-Gibran menjadi sorotan.
Kondisi ini tentu menjadi tanda tanya besar kembali, apakah Program unggulan yang di wacanakan tersebut akan benar-benar dijalankan? Atau hanya sebatas janji-janji manis politik saja? Apabila nanti secara resmi Prabowo-Gibran terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2024-2029 nantinya.
Dilain sisi Prabowo menegaskan, program prioritas yang diutarakannya nantinya untuk meningkatan kualitas gizi anak sekolah dan menggerakkan ekonomi kemasyarakatan.
“Masa kanak-kanak adalah periode emas dan terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan. Namun, masa tersebut juga rentan terhadap ancaman berbagai penyakit, seperti gizi buruk,” ucap Prabowo pada Selasa (2/1/2024).
Anggota pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Hari Wibowo menyatakan program tersebut tidak serta merta dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia pada 2025. Menurut dia, program tersebut dilakukan secara bertahap dan terus ditingkatkan seiring waktu berjalan.
“Bukan di tahun 2025 langsung 82,9 juta, tapi bertahap,” kata Drajad pada Senin, (19/2/2024).
Tantangan program makan siang gratis
Program makan siang gratis yang dicanangkan oleh Prabowo-Gibran tentu masih kontroversial, mengingat kebutuhan anggaran dari program ini dipastikan sangat besar. Hal ini didasarkan pada sasaran program, dilansir dari situs Media Center (Tim Kampanye Nasional) TKN Prabowo-Gibran, program makan siang gratis nantinya ditujukan bagi siswa sekolah, santri di pesantren, ibu hamil, dan anak balita.
Perlu diketahui berdasarkan data yang dihimpun oleh dataindonesia.id, Kementerian Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melaporkan, jumlah murid di Indonesia sebanyak 53,14 juta orang pada semester ganjil tahun ajaran 2023/2024.
Sementara itu untuk jumlah ibu hamil di Indonesia, berdasar data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) rata-rata jumlah ibu hamil di Indonesia sebanyak 4,8 juta orang setiap tahunnya. Sedangkan untuk jumlah balita (rentan umur 1-4 tahun), berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah anak usia dini di Indonesia diperkirakan sebanyak 30,2 juta jiwa pada 2023. Sehingga setiap tahunnya kurang lebih terdapat 88,14 juta orang yang menjadi sasaran dari program ini, angka ini tentu sangat besar sekali.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan, anggaran makan siang dan susu gratis bagi anak sekolah akan masuk dalam APBN 2025. Namun, kebutuhan anggarannya tak langsung Rp 400 triliun. Selain itu, besaran anggaran tersebut juga masih akan dibahas saat pembicaraan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 dalam sidang kabinet paripurna Senin pekan depan. Pembicaraan KEM-PPKF menjadi awalan untuk penyusunan APBN 2025.
“Anggarannya ada bertahap, nanti hari Senin kita inikan (bicarakan), ada skalanya. Sudah pasti masuk,” kata Airlangga.
Sementara itu, menurut Wakil Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko, Tim Pakar Prabowo-Gibran sebelumnya telah mengkalkulasi biaya program prioritas makan siang gratis bagi anak sekolah, balita dan wanita hamil, untuk tahun pertama. Nilainya mencapai Rp 100 triliun – Rp 120 triliun.
“Berdasarkan simulasi dan perencanaan yang dilakukan oleh Tim Pakar Prabowo‐Gibran, program ini akan memerlukan pembiayaan skala penuh hingga Rp 450 triliun per tahun. Sehingga diperkirakan secara bertahap program ini memerlukan pembiayaan sebesar Rp 100‐ Rp 120 triliun rupiah pada tahun pertama pemerintahan Prabowo‐Gibran,” kata Budiman.
Budiman Sudjatmiko, lebih lanjut memaparkan jika program ini nantinya dibangun dengan format kolaborasi para pemangku kepentingan di sektor industri pangan nasional.
“Karena itu, Prabowo‐Gibran merencanakan program ini akan dibangun dengan format kolaborasi para pemangku kepentingan di sektor industri pangan nasional. Pembelanjaan hulu, hilirisasi komoditi pangan skala kabupaten, serta konsep Collaborative Farming yang melibatkan industri pangan nasional akan mewarnai implementasi program ini,” paparnya.
Tak hayal, jika program ini menjadi sorotan berbagai pihak, mengingat anggaran yang dikeluarkan terbilang fantastis. Terlebih jika program ini nantinya benar-benar dilangsungkan. Namun menilik lebih jauh dari hal tersebut, terdapat beberapa tantangan yang perlu dikaji secara mendalam ketika program ini berjalan nantinya antara lain ketersediaan bahan baku yang mencukupi untuk berjalannya program, proses distribusi dan ketepatan pada sasaran program.
Bahan baku adalah salah satu kunci program ini dapat berjalan dengan lancar, apabila komposisi makanan yang diberikan mengacu pada makanan 4 sehat 5 sempurna maka program ini membutuhkan banyak pasokan komiditi seperti beras, daging, ikan, sayur, buah, dan susu. Sehingga ketersediaan bahan-bahan tersebut perlu diperhatikan secara maksimal, jangan sampai program yang awalnya memiliki niat baik untuk memperbaiki tingkat gizi anak di Indonesia, tapi justru dimanfaatkan oleh sekelompok atau golongan tertentu untuk memperkaya golongannya.
Selain itu, proses distribusi juga tidak kalah penting dikarenakan tahap ini adalah hal yang krusial. Sehingga perlu tim khusus yang dibentuk agar proses distribusi dapat berjalan dengan lancar, dan tentunya pemerintah perlu bekerjasama dengan berbagai pihak dan juga memiliki data yang akurat terkait dari program ini agar proses ditrisbusi tepat sasaran.
Negara yang menjalankan program serupa
Program makan siang gratis ini sebenarnya bukanlah hal yang benar-benar baru di Indonesia, sebab pernah dilakukan pada masa tahun 1998 yang di lakukan oleh Menteri Sosial Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) untuk menanggulangi dampak krisis moneter. Namun, pada saat itu yang menjadi sasaran adalah warga yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Program makan siang gratis yang dikhususkan untuk anak-anak sudah lebih dulu dilakukan oleh negara-negara di Eropa, setidaknya 25 dari 27 negara anggota Uni Eropa (UE) mempunyai program makan siang gratis untuk anak-anak. Senior Researcher Luxembourg Institute of Socio-Economic Research (LISER) Anne-Catherine Guio pernah meneliti fenomena makan siang gratis ini. Risetnya terbitkan pada 2023 lalu dengan judul “Children & Society, Volume 37, Issue 5”. Dalam risetnya Anne mencatat pemberian makan siang gratis di sekolah pertama kali ada di Finlandia pada 1948.
“Beberapa negara anggota (anggota Uni Eropa) memprioritaskan ketentuan tersebut (makan siang gratis) untuk semua atau sebagian besar anak. Negara-negara anggota lainnya memilih menargetkan penyediaan makanan sekolah gratis pada beberapa anak dalam situasi rentan atau beberapa sekolah,” tulis Anne dalam laporannya, dikutip Minggu (17/3).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari World Food Programme (WFP), terdapat beberapa negara di Asia yang juga menjalankan program ini antara lain Malaysia dan Thailand. Dimana negara tersebut seperti Malaysia mengeluarkan anggaran sekitar 5,14 juta rupiah/anak per tahun, sedangkan di Thailand anggarannya sekitar 4,15 juta/anak per tahun, hal ini berdasarkan data anggaran makan siang gratis di negara berpendapatan menengah atas (2022).
Program makan siang gratis yang menjadi program prioritas Prabowo-Gibran tentu akan terus menjadi polemik karena ada dalam setiap kebijakan dipastikan pro-kontra itu akan selalu ada. Namun yang menjadi titik poin penting adalah terkait efektivitas dan output dari kebijakan yang dibuat harus tepat sasaran. Terlebih apabila program prioritas ini benar-benar dijalankan, maka pengawasan baik itu dari bawah hingga atas perlu dilakukan secara maksimal agar program yang awalnya adalah bentuk i’tikad baik untuk mewujudkan generasi Indonesia emas 2045 dapat berjalan sesuai rencana.
Penulis : HvD l Editor: Uud