Analisa

Mencermati Rencana Kenaikan Biaya Haji

Setelah dua tahun pemberangkatan haji vakum akibat pandemi, pemerintah memberikan angin segar dengan kabar kuota haji 2023 dibuka untuk 221 ribu jemaah yang terdiri dari 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Kuota tersebut sama seperti tahun 2019 dan meningkat lebih dari dua kali lipat ketimbang tahun lalu, yakni 100.051 jemaah. Pemerintah juga telah mecabut aturan pembatasan usia jemaah haji. Namun, salah satu yang menjadi polemik publik adalah rencana kenaikan biaya haji oleh Kementerian Agama.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas saat rapat kerja (raker) bersama Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kamis (19/1/2023), mengusulkan kenaikan biaya jemaah haji tahun 2023 dengan asumsi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) mencapai Rp 98.893.909.

Dengan komposisi tersebut, Biaya Perjalananan Ibadah Haji (BIPIH) yang harus dibayar calon jemaah naik Rp.30 juta per jemaah dibanding tahun lalu yaitu sekitar Rp.69,2 juta. Pada tahun 2022, BPIH yang dibayarkan oleh jemaah haji hanya sebesar Rp.39,8 juta.

Biaya akomodasi naik?

Penyebab meroketnya biaya haji adalah karena kenaikan biaya masyair dari pemerintah Arab Saudi. Pelayanan masyair adalah biaya untuk prosesi ibadah haji selama di Arafah, Mina, dan Muzdalifah selama empat hari. Biaya tersebut ditetapkan sepenuhnya oleh Arab Saudi sebagai penyelenggara ibadah haji.

Baca Juga:  Perindo Usulkan Biaya Haji 2023 Jadi Rp49 Juta

Biaya ini meliputi jasa pelayanan fasilitas tenda, kamar mandi, serta kasur bagi jemaah haji saat beribadah di Arafah, Mina, dan Muzdalifah selama empat hari. Pada tahun-tahun sebelumnya biayanya sekitar 1.800 riyal atau sekitar Rp7,2 juta (kurs Rp4.015). biaya masyair naik drastis menjadi 5.656 riyal atau Rp22,7 juta. 

Kenaikan signifikan biaya akomodasi di Mekkah dan Madinah juga turut menjadi tambahan beban yang harus dipikul jemaah. Pada tahun 2022, akomodasi Mekkah yang dibebankan ke jemaah hanya sebesar Rp2,7 juta. Tahun ini akomodasi meningkat menjadi Rp18,8 juta.

Biaya haji naik, nilai manfaat makin sedikit?

Hal yang mengejutkan adalah perubahan skema yang sangat signifikan. Pada tahun lalu, komponen nilai manfaat sebesar 59,46 persen dan sisanya merupakan Biaya Perjalanan Biaya Haji (BIPIH) yang ditanggung jemaah, sementara usulan tahun ini persentase nilai manfaat dan BIPIH yakni 30 persen dibanding 70 persen. Dengan kata lain, biaya yang mesti dibayar calon jemaah haji (terdiri atas setoran awal dan setoran lunas) adalah Rp69,19 juta. Angka tersebut meningkat tajam, sebesar 42,36 persen, ketimbang BIPIH 2022 sebesar Rp39,89 juta.

Baca Juga:  Sanksi Tegas Bagi Perusahaan yang Mager Bayar THR

Menag Yaqut menjelaskan jika tidak ada kenaikan biaya haji yang dibayar jemaah, maka beban yang diambil dari imbal hasil dana haji atau dana nilai manfaat akan meningkat. Dampaknya calon jemaah haji pada tahun-tahun selanjutnya bakal tidak menikmati manfaat dana haji.  

“Kebijakan formulasi komponen BPIH ini diambil dalam rangka menyeimbangkan besaran beban jemaah dengan keberlangsungan dana nilai manfaat BPIH di masa yang akan datang,” kata Menag Yaqut dalam rapat bersama Komisi VII DPR, Kamis (19/01/23).

Nilai manfaat diperoleh dari hasil kelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) terhadap setoran awal calon jemaah haji melalui investasi dengan prinsip syariah di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), penempatan di bank, serta investasi dalam dan luar negeri. Kewenangan pengelolaan keuangan haji dipegang BPKH sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Selama ini dana nilai manfaat selalu dipakai untuk menutupi kekurangan BPIH. Jadi jemaah tidak menanggung keseluruhan biaya haji. Porsinya pun terus meningkat dari 44 persen pada 2017 menjadi 59 persen pada 2022. Namun Kementerian Agama khawatir porsi dana nilai manfaat yang terus meningkat akan menurunkan kemampuan dalam menanggung kekurangan total biaya haji. Hal ini yang menyebabkan porsi nilai manfaat tahun 2023 diturunkan menjadi hanya 30 persen.

Baca Juga:  Transformasi Pelayanan Ibadah Haji, Menag: Dari Muassasah ke Syarekah

Namun realitanya dari hasil laporan BPKH dan Kemenag, selama kurun waktu 2010 – 2022 persentase nilai manfaat yang konsisten merangkak naik karena ditopang dengan semakin meningkatnya juga persentase nilai manfaat yang dianggarkan dari setoran jemaah tiap tahunnya. Yang menjadi pertanyaan besar adalah ketika persentase nilai manfaat hanya sekitar 30% apakah nilai manfaat kemudian bisa menjadi seoptimal tahun sebelumnya atau justru menjadi bumerang yang menyebabkan Ongkos Naik Haji (ONH) Kembali naik di tahun selanjutnya.

Kenaikan yang terjadi memang sewajarnya akan mempengaruhi kenaikan ONH. Meskipun demikian, seharusnya kenaikan yang terjadi tak sedrastis seperti yang diajukan Kemenag. Terlebih biaya kenaikan haji selama 5 tahun terakhir biasanya hanya berkisar 12 persen.

ONH yang naik hampir 2 kali lipat ini sangat berpotensi mempersulit jemaah melakukan pelunasan. Kementerian Agama mencatat ada sekitar 108.000 jemaah dari kuota 221.000 jemaah yang belum melakukan pelunasan. Meskipun memang naik haji diperuntukkan bagi yang mampu, tapi dengan skema yang diusulkan Kemenag kali ini membuat masyarakat yang kurang mampu memiliki sedikit peluang untuk melengkapi ibadah menjalankan rukun islam yang ke-5 itu.

Penulis: Laila l Editor: Uud

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda