Berlindung Dibalik Kata “Tradisional”
Obat tradisional menjadi salah satu bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Dilansir dari farmasi.ugm.ac.id, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, dimana pada umumnya masyarakat juga mengenal dengan istilah jamu.
Bahan baku obat tradisional yang salah satunya berupa rempah-rempah (pala, cengkeh, dan lain-lain) merupakan hasil kekayaan alam Indonesia, dimana pada jaman dahulu diperebutkan banyak negara Eropa untuk menguasai rempah-rempah di Nusantara.
Kata “tradisional” menjadi daya jual produk obat tradisonal, sebab secara tidak langsung daya tangkap masyrakat terhadap hal yang berbau tradisional lebih menarik. Selain itu adanya gerakan Back to Nature yang telah digaungkan sejak tahun 90-an, semakin menjadikan obat berbasis tradisional semakin banyak diminati masyarakat.
Kebijakan tentang obat tradisional diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 225). Terdapat beberapa aturan yang perlu ditaati oleh para produsen obat tradisional antara lain obat yang diproduksi tidak boleh mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), dan juga perlu memperoleh ijin edar dalam melakukan pemasaran.
Namun adanya aturan ini masih saja ditemukan berbagai kasus dalam peredaran obat tradisional. Pada Kamis (09/03/2023) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindak pabrik obat tradisional ilegal di wilayah Banyuwangi sebagai respons atas laporan masyarakat terkait adanya pabrik jamu ilegal.
Perkembangan Industri Obat Tradisional
Perkembangan industri farmasi dan obat-obatan di Indonesia cukup meningkat signifikan pada setiap tahunnya dan turut menyumbang produk domestik (PDB) . Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan PDB sub sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp339,18 triliun pada 2021. Nilai tersebut mencapai 11,51% dari PDB industri pengolahan nonmigas nasional yang mencapai Rp2,95 kuadriliun. Capaian sektor kimia, farmasi, dan obat tradisional tersebut lebih baik dari tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 9,3%, serta di atas pertumbuhan PDB nasional sebesar 3,69%. Pertumbuhan sektor tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2013.
Sedangkan berdasarkan jumlah industrinya, Menurut data Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Tahun 2021, saat ini jumlah Industri Obat tradisional yang beroperasi di Indonesia terdiri dari 129 Industri Obat Tradisional (IOT), 757 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), 256 Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT), dan 17 Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA).
Peredaran obat tradisional
Produk obat tradisional yang ada dipasaran sangatlah beragam dengan berbagai merk dan segala jenis khasiat yang ditawarkan oleh produsen. Menurut data dari BPOM, saat ini produk obat tradisional yang beredar di Indonesia untuk kategori Fitofarmaka (Obat Tradisional yang sudah terbukti secara klinis) baru ada sejumlah 27 Merek, untuk kategori Obat Terstandar (Obat Tradisional yang sudah terbukti praklinis) 81 Merek dan kategori Jamu 11.000 Merek. Namun beberapa tahun terakhir sejak 2022 ditemui beberapa kasus seperti produk yang tidak ada ijin edar bahkan disinyalir dapat membahayakan konsumen karena kandungan didalamnya.
BPOM sepanjang 2022 melaporkan setidaknya 777 kasus obat tradisional ilegal di seluruh Indonesia dengan indikasi sebagai obat tanpa izin edar dan mengandung bahan kimia obat (BKO). Dilansir dari akun Instagram resmi BPOM @bpom_ri tertanggal 30 Juni 2023, BPOM merilis 8 jenis obat tradisional illegal yang beredar dimasyarakat antara lain Gelatik Sari Manggis, Pil Sakit Gigi Pak Tani, Kuat Lelaki Cap Beruang, Minyak Lintah Papua, Tawon Klanceng, Montalin, Wantong dan Xian Ling.
Obat tanpa izin tentunya masih diragukan khasiatnya dan mutunya. BPOM melalui media sosial Instagram turut memberikan informasi akan hal ini.
“Sedangkan obat tradisional mengandung bahan kimia berisiko terhadap kesehatan organ tubuh seperti ginjal dan hati,” cuit BPOM di akun Instagram resminya dikutip pada 10 Juli 2023.
Kondisi ini tentu sangat meresahkan, sebab penggunaan obat tradisional sebagai salah satu obat-obatan dalam penyembuhan masih sering menjadi pilihan masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 bahwa persentasi penduduk Indonesia yang pernah mengonsumsi jamu sebanyak 59,12 % yang terdapat pada kelompok umur di atas 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, di pedesaan maupun di perkotaan, dan 95,60 % merasakan manfaatnya. Persentase penggunaan tumbuhan obat berturut-turut adalah jahe 50,36 %, kencur 48,77 %, temulawak 39,65 %, meniran 13,93 % dan mengkudu 11,17 %. Bentuk sediaan jamu yang paling banyak disukai penduduk adalah cairan, diikuti berturut-turut seduhan/serbuk, rebusan/rajangan, dan bentuk kapsul/pil/tablet.
Penelitian yang dilakukan oleh Varda dengan Judul Gambaran Tingkat Pengetahuan Penggunaan Obat Tradisional Mahasiswa Farmasi Politeknik Kesehatan Hermina pada Tahun 2022 diketahui bahwa jamu merupakan jenis obat tradisional yang paling banyak digunakan yaitu sebesar 71,70% , diikuti rebusan (26, 41%) dan tablet (1, 89%).
Penulis: HvD I Editor: Uud