Cuaca Ekstrem di Arab Saudi, Habis Salju Datanglah Banjir
Jakarta, Deras.id – Cuaca ekstrem melanda Arab Saudi. Tak lama setelah hujan es dan salju, banjir bandang menerjang sejumlah kota di Arab Saudi, termasuk Makkah dan Jeddah. Makkah menjadi kota yang paling parah terdampak banjir. Video dan gambar yang beredar di media sosial menunjukkan mobil-mobil terendam banjir dan warga membantu anak-anak untuk melewati air yang tinggi. Meskipun belum ada laporan korban jiwa, otoritas setempat kesulitan mengendalikan krisis di wilayah yang tidak terbiasa dengan kejadian cuaca ekstrem seperti ini.
Banjir pada pekan lalu itu terjadi hanya dua bulan setelah Arab Saudi mengalami hujan salju disertai dengan hujan lebat dan es. Ini merupakan yang pertama kali tercatat dalam sejarah di wilayah Al-Jawf bagian utara, mengubah lanskap gurun menjadi pemandangan musim dingin.
Cuaca yang tidak biasa di Arab Saudi pada musim ini merupakan bagian dari tren yang lebih luas yang memengaruhi Timur Tengah. Negara-negara tetangga seperti Uni Emirat Arab juga melaporkan adanya badai petir, hujan es, dan hujan lebat karena sistem tekanan rendah dari Laut Arab. Kondisi ini menekankan perlunya langkah-langkah adaptasi iklim yang mendesak di seluruh wilayah.
Sistem Drainase yang Terpuruk
Banjir yang tidak biasa ini menguji infrastruktur yang ada di Arab Saudi. Sistem drainase di kota-kota tersebut telah dikritik di masa lalu, terutama mengingat kekayaan minyak Arab Saudi. Kurangnya kesiapsiagaan wilayah ini terhadap hujan lebat telah memperburuk masalah.
Pusat Meteorologi Nasional Arab Saudi telah mengeluarkan peringatan merah untuk wilayah di dekat pantai Laut Merah dan menerapkan langkah-langkah pencegahan. Ruang publik telah ditutup, dan sekolah di Provinsi Timur dan Riyadh telah beralih ke pembelajaran daring. Otoritas Bulan Sabit Merah Saudi juga telah meningkatkan kesiapsiagaan operasionalnya untuk mengatasi potensi risiko kesehatan yang muncul akibat banjir.
Bencana banjir di Arab Saudi ini menunjukkan pentingnya penanganan perubahan iklim dan peningkatan ketahanan infrastruktur di wilayah yang rentan terhadap anomali seperti ini.
Sumber : The Economic Times