Jalan Terjal Honorer Menjadi PPPK
Pengelolaan tenaga honorer masih menjadi masalah akut dalam birokrasi Indonesia. Rendahnya tingkat kesejahteraan kerap membuat para honorer menuntut perhatian dari pemerintah. Betapa tidak, honor dari para tenaga honorer ini bisa dikatakan jauh dari standar kecukupan kebutuhan.
Seperti yang diungkapkan oleh Romela, guru honorer di SDN Jambesari I, Kabupaten Jember. Selama 18 tahun pengabdiannya sebagai tenaga pendidik, Romela hanya menerima gaji sebesar Rp750.000 per bulan. Kenaikan Rp250.000 baru dia dinikmati dalam tiga tahun terakhir. Sebelumnya selama 15 tahun, Romela hanya menerima honor Rp500.000 per bulan. Dia pun terpaksa harus mencari pendapatan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kalau ga nyambi jualan online ya ga cukup,” tuturnya dengan pasrah.
Juli 2021, kepala sekolah di tempatnya mengajar, mengabarkan akan ada seleksi PPPK untuk formasi guru kelas. Bagi Romela informasi ini tentu menjadi angin segar untuk dapat mengubah nasibnya. Dia pun mempersiapkan semaksimal mungkin untuk menghadapi seleksi PPPK. Disela- sela kesibukannya menjadi ibu rumah tangga dan pengajar, Romela menyempatkan diri untuk mengikuti kelas penguatan materi ujian seleksi PPPK.
“Padahal sebenarnya saya tidak bisa mengoperasikan android,” tuturnya kepada Deras.Id melalui sambungan telepon.
Namun, harapannnya kandas. Skor yang Ia peroleh saat ujian seleksi kedua tak memenuhi ambang batas. Semua kisi- kisi yang telah dipelajarinya selama 2 bulan terakhir tidak muncul sebagai soal yang diujikan.
“Soalnya tidak sesuai dengan kisi- kisi. Pertanyaannya ngawur. Misalnya, berapa lama menanak nasi dalam jumlah tertentu,” gerutunya.
Romela bukan satu- satunya yang tidak lolos seleksi. Sejawatnya juga mengalami hal serupa. Rata- rata mereka adalah guru honorer di perbatasan yang telah mengabdikan selama lebih dari 10 tahun. Romela dan sejawatnya dengan tegas menolak pengumuman kelulusan seleksi PPPK yang ditetapkan melalui website.
Melalui jalur organisasi guru, Romela dan sejawatnya melayangkan protes kepada pemerintah daerah maupun DPRD Jember. Wal hasil, pada akhir Desember Sejumlah guru honorer yang telah mengabdikan lebih dari 15 tahun ditetapkan lolos oleh pemerintah daerah. Pelulusan itu didasarkan pada perubahan regulasi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. “Nilai kita disamakan dengan guru honorer yang baru mendapatkan sertifikasi. Jadi ketambahan 100 nilainya,” tuturnya lagi.
Tak hanya itu, permasalahan tentang rekrutmen PPPK tidak hanya bersoal pada nilai passing grade. Namun juga juga ketidaksinkronan pelaksanaan seleksi PPPK tahap 2 yang molor hingga awal 2022. Hal ini bertentangan dengan time line yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Pemerintah kabupaten Jember mulai melakukan seleksi PPPK tahap 2 awal Januari. Padahal idealnya pemerintah pusat telah membuat jadwal yang seharusnya dilaksanakan seleksi PPPK sejak Oktober November 2021. Fenomena ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah belum sepenuh siap dengan persiapan rekrutmen PPPK.
Berlikunya proses seleksi guru honorer menjadi PPPK di Kabupaten Jember hanyalah potret kecil sulitnya langkah mensejahterakan tenaga honorer di Indonesia. Saat ini, berdasarkan pendataan Badan Kepegawaian Negara (BKN) per Oktober 2022, ada 2.215.542 tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah. Jika dirinci 335.639 instansi pusat dan 1.879.903 instansi daerah. Kementerian Agama (Kemenag) menjadi instansi yang mempekerjakan tenaga honorer terbanyak. Kemenag mempekerjakan sekitar 139.560 orang tenaga honorer. Disusul Kementerian Sosial (Kemensos) 40.715 orang, Pemprov Jawa Timur 24.875 orang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 21.888 orang, dan Pemprov Jawa Tengah 21.757 orang.
Tingginya jumlah tenaga honorer ini diakui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas sebagai beban pemerintah dalam menyediakan layanan birokrasi kelas dunia. Menurutnya terjadi kenaikan jumlah tenaga honorer yang cukup fantastis dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Kemenpan RB jumlah tenaga honorer pada tahun 2018 masih di sekitar angka 400.000. Namun data terakhir jumlah honorer di Indonesia lebih dari 2 juta orang. “2018 tersisa 400 orang, tapi kemarin kita lakukan pendataan kembali, yang dimana satker-satker (satuan kerja) mengirim nama ke Kementerian PAN-RB, ternyata jumlahnya hampir 2 juta orang. 400 ribu naik menjadi 2 juta orang, padahal mestinya sudah tidak ada,” ujarnya kepada wartawan saat Upacara Pelantikan Terpadu Perwira Transportasi Kementerian Perhubungan, di Kawasan Monas, Selasa (25/10).
Mantan Bupati Banyuwangi ini mengungkapkan keberadaan tenaga honorer di Indonesia memang memunculkan dilema. Di satu sisi keberadaan mereka dibutuhkan namun disisi lain muncul fakta terkait kualitas sumber daya manusia (SDM) tenaga honorer yang apa adanya. Situasi ini terjadi salah satunya akibat pola rekruitmen tenaga honorer yang terkesan asal-asalan. “Di satu sisi honorer punya peran penting untuk menyambung pelayanan publik, yang kalau itu tidak ada, banyak terganggu (pelayanan) di daerah-daerah. Tetapi juga tidak sedikit non ASN atau honorer ini yang direkrut secara serampangan karena KKN dan karena faktor-faktor yang lain,” katanya.
Dia mengatakan, adanya perekrutan yang tak sesuai prosedur bisa berimbas kepada banyak hal. Dilema ini yang kini sedang dihadapinya dan berharap bisa segera tuntas. “Sehingga di satu sisi kita ingin mendapatkan fresh graduate yang hebat, tapi disisi lain kita harus menuntaskan honorer-honorer yang ada di depan kita,” ungkapnya.
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mendorong pimpinan DPR untuk lekas menyetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tenaga Honorer. Hal itu penting untuk dilakukan agar permasalahan-permasalahan tenaga honorer dapat segera dibahas dan dicari jalan keluarnya.
“Mengingat pentingnya persoalan tenaga honorer ini, maka dengan ini pimpinan DPR RI didorong agar segera menyetujui pembentukan pansus sehingga akan ditemukan jalan keluar dan mereka dapat direkrut menjadi tenaga kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK),” ujar Doli dalam keterangannya, Kamis (27/10/2022).
Komisi II DPR RI mendorong pemerintah menyusun peta jalan atau roadmap penyelesaian masalah sebelum menghapus tenaga honorer 2023 mendatang. Apalagi, kata Doli, jika melihat permasalahan yang ada terkait dengan tenaga honorer sudah menjadi masalah klasik dan cukup lama diperbincangkan.
“Pertama, kita mendorong adanya roadmap yang harus disusun oleh pemerintah dalam rangka menyelesaikan semua masalah yang terkait dengan tenaga honorer. Karena masalah ini kan cukup klasik dan cukup lama,” kata Doli.
Apabila Pansus Tenaga Honorer sudah terbentuk, ada dua hal yang diharapkan dapat dilakukan. Pertama, mengawal permasalahan-permasalahan tenaga honorer yang sudah ada selama ini. Kemudian, Pansus Tenaga Honorer juga dapat membahas tentang konsep yang harus dijalankan ke depan agar masalah-masalah serupa tak terjadi lagi di kemudian hari.
“Kita berharap Pansus ini bisa mengawal, pertama, permasalahan tenaga honorer yang selama ini sudah ada. Kedua, kira-kira ke depan konsepnya seperti apa? Supaya tidak terulangi masalah-masalah yang kemarin,” jelas dia.
Doli juga mengatakan, untuk dapat menuntaskan persoalan tenaga honorer maka DPR perlu berkoordinasi dengan semua pihak, terutama pemerintah. “Nah, kami menyampaikan aspirasi bersama dengan pemerintah menyelesaikan masalah dengan semua yang tadi disampaikan,” kata Doli.
Penulis : Dian, Laila, Irman, Ainur.