Xavi Dipecat: Bukti Sulitnya Melatih Barcelona Setelah Pep Guardiola

Jakarta, Deras.id- Sebuah kenangan manis memang susah untuk dilupakan. Di Barcelona sejak Pep Guardiola pamit terbukti bekas kenangan indahnya masih dirindukan seluruh publik Catalan. Sudah tujuh pelatih keluar masuk pintu Camp Nou pasca Pep. Tujuh pelatih tersebut sibuk membangun ceritanya masing-masing demi bisa menorehkan sejarah seperti apa yang ditorehkan Pep Guardiola. Namun mereka tidak sadar bahwa bayang-bayang kejayaan El Barca waktu itu tidak mudah untuk diwujudkan kembali. Hal terasebut terbukti saat tujuh pelatih tersebut satu persatu gugur bertumbangan.

Menjadi pelatih klub besar seperti Barcelona bukan pekerjaan yang mudah. Tidak hanya soal menang, trofi, maupun gengsi. Barcelona punya slogan ‘MES QUE UN CLUB’ yang berarti lebih dari sekadar klub. Slogan tersebut telah melekat dalam jati diri klub sejak didirikan 1899 silam. MES QUE UN CLUB’ juga dimaknai sebagai simbol perlawanan rakyat Catalan. Sikap memberontak terhadap ketidakadilan penguasa Ibu Kota Spanyol. Maka dari itu rivalitas dengan Real Madrid di lapangan selalu jadi gengsi yang mutlak harus dimenangkan setiap musimnya.

Demi harga diri rakyat Catalan, seiring berjalannya waktu makna slogan ‘MES QUE UN CLUB’ berkembang maknanya. Misal ketika era kejayaan klub ini 8 tahun ditangani Johan Cruijff. Barcelona tidak hanya menang dan meraih gelar, namun mereka meraihnya dengan sebuah filosofi seperti bermain menyerang maupun bermain indah. Hal tersebut kemudian menjadi tuntutan baru yang sulit untuk ditiru. Pelatih seperti Carles Rexach, Bobby Robson, Serra Ferrer maupun Louis Van Gaal terbukti belum bisa meniru kesuksesan Cruijff tersebut. Barcelona pernah beruntung punya pelatih seperti Frank Richard dengan gaya permainan yang mengadopsi gaya Cruijff. Beberapa gelar termasuk Liga Champions kedua Barca mampu diraih pelatih gimbal asal Belanda tersebut dengan gaya filosofi yang dianggap mirip Cruijff. Selanjutnya muncul sosok Pep Guardiola yang notabene anak ideologis Cruijff. Mantan pelatih Barcelona B itu menjadi yang tersukses pasca Cruijff dan Richard.

Pep Guardiola tidak hanya membawa Barcelona menguasai beberapa turnamen. Filosofi dan gaya permainan tiki-taka Pep di Barca banyak memberikan pengaruh. Gaya tiki-taka terbukti menjadi tren saat itu dan banyak ditiru oleh klub-klub lain di dunia. kejayaan Timnas Spanyol era Del Bosque di Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012 juga tidak dapat dipisahkan dari gaya sepak bola Pep. Warisan yang ditinggalkan Pep di Barca sangat berat untuk disamai oleh beberapa pelatih setelahnya. Pelatih pasca Pep harus rela untuk terus dibanding-bandingkan dengan era kejayaan Pep.

Era Pep Guardiola di Barcelona dianggap sebagai era kebangkitan para pemain dari Akademi Lamasia. Sergio Busquet dan Pedro Rodriguez adalah beberapa contoh yang berhasil Pep orbitkan. Tidak heran jika saat itu Lamasia sukses menjadi role model bagi klub-klub lain di dunia dalam hal pembinaan. Sejarah baru kesuksesan tersebut akhirnya menjadi kebiasaan bagi Barca. Kesuksesan mengorbitkan pemain dari Lamasia juga akhirnya jadi salah satu tolak ukur keberhasilan pelatih Barcelona. Barcelona seeolah tidak lengkap tanpa pemain Lamasia tiap musimnya. Setiap pelatih dituntut mampu melihat secara detail potensi dan kebutuhan klub di akademi Barca tersebut. Namun sampai hari ini belum ada yang mampu menyamai kesuksesan Pep dalam mengorbitkan pemain Lamasia.

Tito Vilanova coba mengorbitkan pemain Seperti Christian Teo, Mark Bartra, dan Gerard Deulofeu namun tidak begitu bersinar. Tata Martino juga ada pemain seperti Adam Traore dan Jan Maridongou yang juga gagal bersinar. Di zaman Luis Enrique ada pemain macam Sandro Ramirez, Sergie Samper, Carles Alena maupun Munir El Haddadi. Semuanya juga bernasib sama. Pelatih seperti Ernesto Valverde, Quique Stien dan Ronald Koemanpun mengalami cerita serupa. Terakhir Xavi Hernandes terbukti menyerah setelah coba mengorbitkan pemain seperti Fermin Lopez, Alejandro balde maupun Lamine Yamal.

Xavi Hernandes disebut-sebut akan menjadi titik balik dari kebangkitan Barcelona. Datang ditengah keterpurukan ekonomi, Xavi mengemban tugas berat dengan label sebagai suksesor Pep Guardiola. Hal tersebut berdasar pada torehan mentereng Xavi hernandes saat melatih Al Saad. Xavi berhasil membawa ruh Barcelona dalam tubuh Al Saad dengan menampilkan permainan indah khas klub Catalan tersebut. Musim pertama Xavi di Barca dibilang cukup berjalan mulus. Xavi berhasil mengembalikan ritme permainan barca dan mengdongkraknya dari peringkat 10 hingga finish di peringkat 2. Musim kedua melatih Blaugrana, Xavi mampu memenuhui ekspektasi publik Catalan dengan membawa kembali pulang Gelar La Liga ke Camp Nou. Namun Xavi dan Barca kemudian kehilangan konsistensinya dengan mudah kalah dan mudah kebobolan. Akibatnya skuad asuhan Xavi mengakhiri musim tanpa gelar.

Hasil buruk tanpa gelar jelas membuat posisi Xavi dikursi pelatih menjadi perbincangan hangat. Kabar bakal didepaknya Xavi dari Barcelonapun sudah santer beredar. Hubungan Xavi dengan Laporta dilaporkan memburuk usai pelatih asal Spanyol ini mengatakan bahwa krisis keuangan yang melanda Barcelona membuatnya kesulitan dalam meracik tim. Ditengah kondisi yang tidak kondusif, kepastian masa depan Xavi Hernandez di Barcelona akhirnya terkuak. Barcelona, Jumat (24/5/2024) malam WIB, mengumumkan pemecatan pelatih yang menukangi tim selama hampir tiga musim tersebut. Mantan pelatih timnas Jerman, Hansi Flick, kemudian ditunjuk menjadi pengganti Xavi.

“Pada hari Jumat, presiden FC Barcelona Joan Laporta telah memberi tahu Xavi Hernández bahwa dia tidak akan melanjutkan sebagai pelatih tim utama di musim 2024-25,” bunyi pernyataan Barcelona.

“Pertemuan tersebut berlangsung di Ciutat Esportiva Joan Gamper dan juga dihadiri oleh wakil presiden olahraga Rafa Yuste, direktur olahraga Anderson Luís de Souza, Deco, Xavi, Òscar Hernández dan Sergio Alegre.”

“FC Barcelona ingin mengucapkan terima kasih kepada Xavi atas pekerjaannya sebagai pelatih, serta atas karirnya yang tak ada bandingannya sebagai pemain dan sebagai kapten tim, dan mendoakan kesuksesan masa depannya di dunia,” lanjut pernyataan Barcelona.

Xavi Hernandes dengan torehan mentereng selama mengenakan konstim Barcelona tidak cukup mampu memenuhi standart, ekspektasi dan tuntutan dalam melatih Barcelona. Hal tersebut menjadi fakta betapa sulitnya melatih klub penuh filosofi seperti FC Barcelona.

Penulis: Rizal l Editor: Apr

Exit mobile version