Jakarta, Deras.id – Setelah organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) mendapat sorotan publik atas konsesi tambang bernilai besar yang diberikan negara, kini proses pembuatan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk NU akan segera terbit.
Yuliot Tanjung selaku Wakil Menteri Investasi (Wameninves) menyatakan bahwa setelah terbitnya Peraturan Presiden No.76 Tahun 2024, payung hukum distribusi wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada badan usaha milik ormas keagamaan sudah lengkap.
Sehingga upaya permohonan dari badan usaha milik NU untuk mengelola tambang eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) sudah bisa diproses.
“Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama penetapan WIUPK-nya (untuk NU) sudah bisa diterbitkan,” jelas Yuliot, Kamis (25/7/2024).
Sebagaimana informasi yang beredar bahwa pemerintah berencana memberikan tambang batu bara bekas penciutan lahan PT Kaltim Prima Coal (KPC) kepada PBNU. KPC merupakan salah satu entitas tambang batu bara PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), emiten milik Grup Bakrie yang kini dikendalikan bersama-sama dengan Grup Salim.
Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi/Kepala BKPM menegaskan bahwa pemberian WIUPK bekas KPC kepada NU merupakan keputusan dari pemerintah.
Menurutnya, setelah lembaga NU mengajukan permohonan untuk mengelola pertambangan, pemerintah mengkaji terkait persyaratan dan kemampuan dari NU.
“Dan kita sudah memutuskan untuk PBNU kita akan mengalokasikan eks PKP2B (perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara) dari KPC,” jelas Bahlil saat ditemui di Komplek Parlemen Senayan, Selasa (11/6/2024).
Sebagai tambahan informasi, Bahlil menjelaskan kebijakan tersebut berlaku bagi semua ormas keagamaan yang mengajukan izin untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan bakal diverifikasi oleh pemerintah dan akan ditentukan lahan mana yang akan diberikan.
Akan tetapi, Bahlil memberi catatan terkait usulan tersebut pemerintah akan melakukan kajian untuk menyeleksi sebelum mengeluarkan izinnya. Artinya, pemerintah akan memastikan ormas tersebut memiliki badan usaha yang mayoritas sahamnya dimiliki dan dikendalikan oleh ormas tersebut. Menurut Bahlil, hal itu dilakukan guna mencegah adanya pemindahtanganan IUPK ke pihak lainnya di luar ormas keagamaan.
Penulis: Fiqih I Editor: Dinda