UMKM Sulit Bersaing, 90 Persen Jualan Online Produk Impor

Jakarta, Deras.id – Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dinilai tidak akan bisa bersaing dalam segi harga barang, sebab 90 persen barang yang dijual pada platform jual-beli online merupakan produk impor. Kondisi tersebut merupakan dampak dari praktik predatory pricing, di mana para pedagang menjual barang di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP). 

“Predatory Pricing di online, dengan menjual barang di bawah biaya (HPP) itu persaingan bisnis yang kotor untuk meraih marketshare,” bunyi keterangan tertulis di akun Instagram @tetenmasduki_ dikutip Deras.id, Jumat (29/9/2023).

Praktik predatory pricing dilarang oleh Permenkominfo No.1 tahun 2012. Pihak marketplace dan penjual harus memahami untuk tidak menerapkan predatory pricing lagi.

China merupakan negara yang melarang keras dan terdapat denda sangat besar bagi predatory pricing. Predatory pricing memberikan keuntungan sementara bagi konsumen, terutama yang berdaya beli rendah.

Akan tetapi, hal tersebut dapat menurunkan tingkat produksi dalam negeri. Apabila produksi dalam negeri lemah dan pengangguran meningkat, maka daya beli masyarakat kian melemah.

Oleh sebab itu, pemerintah mengatur terkait praktik jual-beli supaya tidak menerapkan predatory pricing lagi.

“Jadi semua harus paham bahwa inti ekonomi suatu negara kekuatannya pada produksi. Sayangnya, digitalisasi industri di kita belum maju seperti China, sehingga produk kita belum berdaya saing,” kata Teten Masduki.

Sebelumnya, pemerintah telah resmi melarang TikTok menjadi platform socio commerce, sehingga tidak boleh menjadi platform perdagangan online.

TikTok hanya diizinkan menjadi media sosial. Pemisahan fungsi tersebut tidak akan merugikan para penjual, khususnya UMKM.

Penulis: Risca l Editor: Rifai

Exit mobile version