Tekan Polusi Udara di Jabodetabek, Pertalite Bakal Dibatasi!

Jakarta, Deras.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menyiapkan rencana untuk membatasi penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite (RON 90) dan pemberian subsidi Pertamax (RON 92). Upaya tersebut dilakukan untuk menekan polusi udara di DKI Jakarta dan sekitarnya.

“Kita lagi bahas, lagi lihat secara teknis maupun secara regulasi dan secara keekonomian, karena kan berbeda. Tapi kami masih bahas di internal,” tutur Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana dalam keterangannya dikutip Deras.id, Jumat (25/8/2023).

Pihaknya akan mengkaji kendaraan berbasis BBM yang beredar di Jakarta dan sekitarnya. BBM yang mempunyai oktan tinggi akan menghasilkan pembakaran yang lebih rendah emisi. Indonesia memiliki BBM yang rendah oktan seperti BBM RON 90 yaitu Pertalite. 

“Kita akan liat selain PLTU tapi juga BBM. Kan secara teknis makin tinggi angka oktan pembakarannya makin bagus. Kalo pembakaran makin bagus, emisinya akan semakin sedikit. Jadi kita lagi lihat juga, apakah bisa dilakukan upaya untuk peningkatan angka oktan untuk bahan bakar,” kata Dadan Kusdiana.

Selain berencana untuk pembatasan pemakaian BBM tersebut, pihaknya saat ini juga berencana untuk melakukan subsidi pada BBM jenis Pertamax.

“Itu (rencana subsidi Pertamax) termasuk yang sedang dibahas,” ungkap Dadan Kusdiana.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji mendesak percepatan pembatasan konsumsi BBM jenis Pertalite (RON 90) sebagai Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP). Pembatasan konsumsi Pertalite ini rencananya dilakukan melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. 

“Diperlukan pengaturan BBM JBT (Jenis BBM Tertentu, Solar dan minyak tanah) dan JBKP (Pertalite) tepat sasaran. Sebab, belum adanya pengaturan konsumen pengguna untuk JBKP, pengaturan untuk konsumen pengguna JBT yang berlaku masih terlalu umum, sehingga menimbulkan multitafsir,” ujar Tutuka Ariadji.

Penulis: Risca l Editor: Rifai

Exit mobile version