Tokyo, Deras.id – Sama seperti China, masyarakat Jepang umumnya enggan memiliki anak karena khawatir dengan biaya hidup yang tinggi. Akibatnya, terjadi krisis demografi di Jepang hingga angka kelahiran turun ke rekor terendah pada tahun 2022, yaitu ada di bawah 800.000 kelahiran.
“Bangsa kita berada di titik puncak apakah dapat mempertahankan fungsi sosialnya. Sekarang atau tidak sama sekali untuk menyusun kebijakan tentang kelahiran dan pengasuhan anak,” kata Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida di hadapan parlemen, seperti dikutip Reuters, Senin (23/01/2023) sore
Rendahnya angka kelahiran tersebut, membuat rata-rata usia penduduk Jepang kini ada di angka 49 tahun, salah satu yang tertua di dunia setelah Monako.
Meski pemerintah Jepang telah menjanjikan banyak bantuan keuangan untuk membalikkan kondisi tersebut. Namun tetap masih banyak orang tua menganggap memiliki anak masih terlalu mahal. Bahkan, Jepang masih dianggap sebagai salah satu tempat termahal di dunia untuk membesarkan anak. Selain itu, perempuan di Jepang juga lebih berfokus pada pendidikan dan karir, sehingga mereka lebih memilih untuk mempunyai sedikit anak atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali (childfree).
Untuk itu, Kishida berjanji akan mengajukan rencana untuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak pada bulan Juni mendatang. Pemerintah juga akan membentuk badan Anak dan Keluarga baru pada bulan April untuk mengatasi masalah tersebut.
Diketahui, dalam beberapa tahun terakhir Jepang mencoba mendorong rakyatnya untuk memiliki lebih banyak anak dengan menawarkan bonus uang tunai dan beberapa manfaat lainnya.
Penulis: Dayu | Editor: Rifai