Syarat Beasiswa Rumit, Nyimas Gandasari: 55 Persen Anak Usia 7-12 Tahun Wilayah Pedesaan Tak Lanjut Sekolah

Jakarta Timur, Deras.id — Salah satu faktor penyebab putus sekolah bagi usia anak-anak dan remaja adalah faktor kemiskinan. Peneliti Asa Dewantara Nyimas Gandasari mengatakan, sebanyak 55 persen anak usia 7-12 tahun dipedesaan tak melanjutkan pendidikannya.

“Anak jenjang SD usia 7-12 tahun sebesar 55 persen di wilayah pedesaan tidak melanjutkan pendidikannya.  Pelajar tingkat SMP juga demikian, 20 dari 100 anak juga putus sekolah saat rentan usia 13-15 tahun. Demikian dengan anak SMA, yang 31 dari 100 usia 16 sampai 18 tahun juga mengalami hal serupa,” kata Nyimas Gandasari dalam dialog pendidikan, Rabu (22/3/2023) di Jakarta.

Dalam kajian Asa Dewantara yang disampaikan oleh Nyimas Gandasari, 150 program beasiswa yang sudah tersedia di Indonesia masih dinilai cukup rumit persyaratannya. Salah satunya terkait dengan persoalan aksesibilitas.

“Persyaratan yang ada sangat rumit sehingga mereka pelajar yang ingin mendaftar enggan dan sulit memenuhinya,” jelas Nyimas Gandasari.

Tak hanya itu saja, kata Nyimas, beasiswa yang tidak sesuai sasaran juga menutup kesempatan bagi siswa yang seharusnya menerima. Hal itu lantaran masih banyak pelajar kalangan mampu yang turut mendapatkan beasiswa seperti Program Indonesia Pintar (PIP).

“Kajian BPS yang mengakses PIP kelompok menengah 6,26 persen, menengah atas 6,26 persen dan kaya 2,24 persen,” Sebut Nyimas Gandasari mengutip data dari Badan Pusat Statistik.

Hal ini tentu berbanding terbalik dengan beasiswa yang dikelola lembaga non pemerintah. Menurut Nyimas Gandasari jauh lebih mudah dan cepat.

“Seleksinya cepat dan persyaratannya juga mudah dan tidak rumit,” terangnya.

Sementara itu, pandangan berbeda disampaikan oleh Ekonom dan Peneliti Kemiskinan dan Pendidikan Vivi Alatas yang berpandangan bahwa putusnya sekolah remaja lebih dominan di masa transisi.

Hal itu lantaran setelah lulus jenjang pendidikan tertentu, kebanyakan bekerja dengan dalih membantu orang tuanya.

“Ingin bekerja, membantu orang tua, menikah hidup dijalanan,” sebut Vivi Alatas.

Vivi Alatas juga menyatakan bahwa tak sedikit pula siswa yang gagal dalam proses belajarnya. Hal itu karena faktor keterlambatan uang beasiswa yang turun untuk biaya awal atau selama menempuh pendidikan.

“Beasiswa terkadang lambat diterima, sehingga saat siswa sudah masuk di lembaga pendidikan uang yang diterima belum ada,” ungkapnya.

Meski demikian, Vivi juga memberikan solusi agar pemerintah mendata ulang calon penerima beasiswa agar tepat sasaran.

“Pertama mendata pelajar yang kurang mampu, dan memberikan beasiswa sesuai kategori data yang didapatkan,” pungkasnya.

Penulis: Putra Alam | Editor: Rifai

Exit mobile version