Nasional, Deras.id – Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan (Menkeu) menjelaskan kondisi rupiah setelah menerima panggilan Jokowi ke istana. Menurutnya kesinambungan fiskal pemerintahan Prabowo Subianto memang perlu untuk terus dikaji secara bersama dalam menjaga tekanan terhadap rupiah.
Selain itu, Menkeu juga menguraikan beberapa faktor yang mempengaruhi nilai tukar seperti faktor domestik, permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
“Persepsinya kan harus dikaitkan dengan pembahasan APBN dengan DPR, dan selama ini pembahasan dengan DPR masih sangat positif ya,” ujarnya usai menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ke Istana Kepresidenan, Senin (20/6/2024).
Sri Mulyani juga mengafirmasikan bahwa pembahasan kepada DPR terhadap kondisi keuangan negara selalu terbuka, mulai dari asumsi makro, terkait pertumbuhan, inflasi, surat berharga, kurs, kemudian harga minyak, dan lifting minyak. Tidak terkecuali size defisit dan penerimaan belanja.
“Jadi selama ini, kita membahasnya sangat open, transparan dengan DPR. Saya rasa itu yg akan menjadi bekal yang baik untuk pemerintahan 2025 nanti, dengan APBN yang dibahas secara hati-hati, namun tetap mengakomodasi kebutuhan pemerintah baru,” tambah Sri Mulyani.
Menanggapi hal serupa, Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia (BI) ungkap penyebab lemahnya rupiah karena dua kemungkinan, pertama faktor fundamental serta faktor sentimen jangka pendek. Menurutnya sebagaimana yang dijelaskan Menkeu jika dilihat dari faktor fundamental seharusnya nilai tukar rupiah menguat.
“Tadi Bu Menteri (Sri Mulyani) sudah menyampaikan fundamentalnya yang mempengaruhi penguatan nilai tukar dan inflasi lebih rendah, yang terakhir kemarin 2,8%. Pertumbuhan ekonomi RI juga termasuk tinggi 5,1% serta penyaluran kredit mencapai 12%,” jelas Perry Warjiyo.
“Demikian juga kondisi ekonomi, termasuk imbal hasil investasi Indonesia yangg baik. Itulah faktor-faktor fundamental yang mestinya mendukung rupiah akan menguat,” tabahnya.
Perry mencontohkan ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta saat The Fed mengumumkan suku bunga acuan yang diperkirakan akan turun 3 kali rupanya tidak terjadi hal yang memungkinkan mempengaruhi perkembangan nilai tukar jangka pendek.
“Nah, Bank Indonesia merespons tidak hanya dengan intervensi, tapi juga menaikkan suku bunga, dan karenanya puji syukur rupiah kita pada waktu itu menguat dari Rp16.600 menjadi Rp15.900. Itu menunjukkan bahwa rupiah kemudian menguat begitu sentimen jangka pendek itu berakhir. Pada saat sekarang, rupiah kemarin yg sudah menguat Rp15.900 melemah lagi. Faktor globalnya masih Fed Funds Rate ini masih tebak-tebakan sampai akhir tahun mau turun berapa kali. Perkiraan kami sekali hanya akhir tahun saja,” pungkasnya.
Penulis: M.F.S.A I Editor : Dinda