BeritaNasional

Rupiah Tetap Loyo, Meski BI Sudah 4 Kali Naikkan Bunga, Ada Apa?

Jakarta, Deras.id – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah selama 4 hari beruntun.  Pada perdagangan Kamis (17/11/2022) rupiah tetap melemah 0,38% ke Rp 15.660/US dolar. Total sepanjang tahun ini rupiah tercatat melemah sekitar 9%.

Padahal, Bank Indonesia (BI) sudah 4 kali menaikkan suku bunga acuannya. Terakhir, Gubernur BI Perry Warjiyo kembali mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 5,25%.

“Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate sebesar 50 menjadi 5,25%,” kata Perry Warjiyo dalam siaran pers, Kamis (17/11/2022).

Dengan demikian, BI sudah menaikkan suku bunga acuan dengan total keseluruhan 175 bps dalam kurun 4 bulan ini. Ironisnya, upaya BI tersebut belum mampu mengangkat nilai tukar rupiah.

Baca Juga:  Sindir Jalan Lampung yang Rusak, Zulkifli Hasan: Orang Hamil Bisa Melahirkan

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti di depan wartawan mengungkapkan salah satu penyebab lemahnya rupiah adalah pasokan valuta asing dalam negeri khususnya dolar yang semakin minim. Menurutnya, saat jumlah dolar di dalam negeri bekurang, dan permintaannya tinggi, harganya tentunya akan menanjak.

“Apa yang terjadi di global saat ini memang dolar shortage (langka), dalam kondisi di mana suku bunga The Fed terus mengalami peningkatan kemudian bond yield-nya tingginya sehingga mendorong arus balik (cash in) dolar dari beberapa negara emerging market termasuk Indonesia,” kata Destry.

Pernyataan Destry diperkuat dengan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), yang menyebut sepanjang tahun ini hingga 11 November, tercatat capital outflow di pasar obligasi sekitar Rp 160 triliun.

Baca Juga:  Polisi Bubarkan Kericuhan Laga Final Yorro Cup XXVI di Jayapura

Selain capital outflow, lanjut Destry devisa hasil ekspor tidak bertahan lama di dalam negeri. Padahal berdasar data BPS, sepanjang Januari – Oktober neraca perdagangan mencatat surplus sebesar US$ 45,5 miliar.

Salah satu penyebab devisa tersebut tidak bertahan lama di dalam negeri adalah suku bunga yang kurang kompetitif.  Eksportir pun lebih memilih memarkir dolar-nya di luar negeri. Akibatnya, lanjut Destry cadangan devisa Indonesia terus mengalami penurunan.

Untuk diketahui, cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2022 hanya sebesar US$ 130,2 miliar, turun US$ 600 juta dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2022. Bila ditotal, cadangan devisa Indonesia sudah menurun dalam 7 bulan beruntun. Bahkan, jika dilihat sejak mencapai Rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar pada September lalu, nilainya sudah turun US$ 16,7 miliar.

Baca Juga:  Dukung Ekosistem Usaha, Pemerintah Atur Ulang Pajak Emas

Penulis: Dayu l Editor: Ifta

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda