Jakarta, Deras.id – Produsen rokok nasional menyampaikan kekhawatiran mereka terkait rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan kemasan polos tanpa merek pada produk tembakau.
Kebijakan yang bertujuan untuk menekan konsumsi rokok ini dinilai bisa berakibat pada peningkatan peredaran rokok ilegal di pasaran.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Ahmad Fadli, mengatakan bahwa tanpa logo dan identitas merek, perbedaan antara produk legal dan ilegal akan semakin sulit diidentifikasi oleh konsumen maupun petugas pengawasan.
“Kemasan polos justru bisa membuka peluang besar bagi peredaran rokok ilegal. Produk rokok tanpa merek resmi akan lebih mudah dipalsukan, sehingga menyulitkan pengawasan di lapangan dan berpotensi merugikan negara dari sisi penerimaan cukai,” ungkap Fadli dalam sebuah pernyataan pada Senin (16/09).
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menyatakan bahwa kebijakan kemasan polos bertujuan untuk mengurangi daya tarik visual produk tembakau, terutama di kalangan anak muda.
Namun, produsen rokok berpendapat bahwa regulasi ini akan berdampak pada keseluruhan industri rokok, terutama produsen kecil yang sangat bergantung pada keunikan merek mereka untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif.
Selain itu, kekhawatiran terhadap potensi meluasnya pasar rokok ilegal juga muncul dari pengamat industri. Ekonom dan pengamat ekonomi tembakau, Firman Prasetyo, mengatakan bahwa rokok ilegal bisa memanfaatkan celah ini untuk masuk lebih dalam ke pasar.
“Ketika kemasan produk legal menjadi polos dan standar, konsumen bisa saja tidak sadar bahwa mereka membeli rokok ilegal. Ini bisa menjadi bumerang bagi upaya pemerintah dalam mengendalikan industri rokok, karena pendapatan dari cukai tembakau justru bisa menurun akibat maraknya rokok tanpa cukai,” katanya.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun lalu, peredaran rokok ilegal di Indonesia mencapai sekitar 7% dari total konsumsi rokok nasional. Produsen khawatir angka ini akan meningkat drastis jika kemasan polos diterapkan tanpa pengawasan ketat dan upaya serius untuk memberantas rokok ilegal.
Kendati demikian, pemerintah tetap teguh dengan rencana mereka, mengklaim bahwa kebijakan kemasan polos ini terbukti efektif di negara-negara seperti Australia dan Inggris dalam mengurangi angka perokok.
Kementerian Keuangan menyatakan, selain untuk kesehatan publik, kebijakan ini akan didukung dengan langkah-langkah penegakan hukum yang lebih tegas untuk mengatasi rokok ilegal.
Namun, GAPPRI menegaskan bahwa dialog antara pemerintah dan industri harus dilakukan sebelum kebijakan ini diimplementasikan.
“Kami berharap pemerintah dapat membuka ruang diskusi yang lebih luas dengan para pelaku industri agar dampak negatif terhadap sektor ekonomi dan ancaman rokok ilegal dapat diminimalisir,” ujar Ahmad Fadli.
Kebijakan kemasan polos ini rencananya akan mulai diberlakukan pada akhir tahun 2025, memberikan waktu bagi industri untuk melakukan penyesuaian.
Produsen rokok berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali aspek-aspek lain yang lebih strategis untuk mengurangi konsumsi tembakau, tanpa harus memperlemah daya saing produk dalam negeri dan menambah masalah rokok ilegal.
Editor : Dinda