Opini

Prajurit Aktif di Jabatan Sipil: Perlu atau Malah Bikin Ribet?

Oleh: Habib Aziz Ar Rozi*

Jakarta, Deras.id – Selain soal usia pensiun yang diperpanjang, revisi UU TNI juga memunculkan wacana lain yang nggak kalah heboh: memperbolehkan prajurit aktif menempati jabatan sipil di lebih banyak instansi. Awalnya, aturan ini hanya membolehkan mereka menduduki posisi tertentu di kementerian yang terkait langsung dengan pertahanan. Tapi kalau revisi ini lolos, jumlah instansi yang bisa diisi prajurit aktif bakal jauh lebih luas.

Alasan Pemerintah: Efisiensi atau Strategi?

Alasan utama yang dikemukakan pemerintah adalah soal efektivitas dan efisiensi birokrasi. Prajurit TNI dianggap punya kedisiplinan tinggi, loyalitas tanpa batas, dan mental baja yang bisa membantu meningkatkan kinerja instansi pemerintah. Selain itu, mereka juga punya pengalaman dalam manajemen krisis dan penegakan ketertiban yang dianggap bisa bermanfaat di ranah sipil.

Tapi kalau kita lihat dari sisi lain, ini juga bisa jadi strategi politik terselubung. Dengan menempatkan prajurit aktif di jabatan sipil, ada kemungkinan bahwa pengaruh militer dalam pemerintahan makin menguat. Ini bisa berdampak ke netralitas birokrasi dan malah bikin garis antara sipil dan militer jadi makin kabur.

Birokrasi Keteteran atau Makin Tertata?

Kalau kita bicara soal efektivitas, menempatkan prajurit aktif di jabatan sipil bisa jadi pedang bermata dua. Di satu sisi, kedisiplinan mereka bisa bikin birokrasi lebih tertata dan nggak banyak drama. Tapi di sisi lain, ada juga risiko birokrasi malah makin kaku dan kehilangan fleksibilitasnya karena budaya militer yang hierarkis dan cenderung komando-sentris.

Selain itu, jabatan sipil itu bukan cuma soal disiplin dan ketertiban. Ada banyak aspek teknis yang butuh pemahaman mendalam, mulai dari kebijakan publik, ekonomi, sampai hukum administrasi. Kalau prajurit aktif masuk tanpa pengalaman dan keahlian yang cukup di bidang tersebut, bisa-bisa malah jadi beban daripada solusi.

Peluang Benturan dengan Pegawai Sipil

Jangan lupakan juga soal dampaknya ke pegawai sipil yang sudah berkarier bertahun-tahun di instansi terkait. Kalau tiba-tiba posisi strategis diambil alih prajurit aktif, apa nggak bikin mereka merasa terpinggirkan? Bisa jadi ada gesekan di dalam birokrasi antara mereka yang selama ini bekerja berdasarkan sistem merit dan mereka yang datang dari jalur militer.

Selain itu, dari segi hukum, prinsip supremasi sipil harus tetap dijaga. Indonesia adalah negara demokrasi, di mana pemerintahan sipil harus lebih dominan daripada militer. Kalau makin banyak prajurit aktif duduk di jabatan sipil, ini bisa berisiko menggeser keseimbangan itu.

Dampaknya ke Anggaran Negara?

Dari segi keuangan, kebijakan ini juga nggak bisa dianggap sepele. Dengan lebih banyak prajurit aktif di jabatan sipil, berarti ada kemungkinan kenaikan alokasi anggaran untuk gaji dan tunjangan mereka. Padahal, pemerintah lagi berusaha keras melakukan efisiensi anggaran. Jangan sampai ini malah jadi beban baru yang bikin APBN makin megap-megap.

Kalau benar-benar ingin mengisi jabatan sipil dengan orang-orang berpengalaman dari TNI, mungkin solusi yang lebih bijak adalah lewat mekanisme pensiun dini atau alih status ke sipil, bukan dengan tetap mempertahankan mereka sebagai prajurit aktif.

Biar Nggak Jadi Blunder, Harus Gimana?

Biar kebijakan ini nggak bikin ribet dan malah memperkeruh birokrasi, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:

Seleksi ketat dan berbasis kompetensi, artinya jangan asal tempel jabatan ke prajurit aktif. Harus ada seleksi berbasis kompetensi, bukan sekadar kepangkatan.

Batasan jabatan yang jelas, jadi nggak semua jabatan sipil cocok diisi oleh prajurit aktif. Harus ada batasan yang ketat supaya nggak menyalahi prinsip supremasi sipil.

Alih status bukan penunjukan langsung, kalau memang ada prajurit yang mau berkarier di birokrasi sipil, sebaiknya mereka pensiun dulu atau beralih status, bukan langsung ditempatkan dalam posisi strategis.

Pastikan tidak mengganggu regenerasi pegawai sipil, nah jadinya jangan sampai kebijakan ini malah bikin pegawai sipil kehilangan kesempatan promosi dan terhambat kariernya.

Jangan Sampai Birokrasi Jadi Barak Militer

Menempatkan prajurit aktif di jabatan sipil memang bisa jadi solusi buat memperbaiki kinerja birokrasi, tapi kalau nggak diatur dengan baik, bisa malah bikin masalah baru. Kita harus tetap jaga keseimbangan antara militer dan sipil supaya nggak terjadi militerisasi birokrasi secara diam-diam.

Kalau tujuannya buat meningkatkan efektivitas pemerintahan, ada cara lain yang lebih elegan, seperti peningkatan pelatihan dan reformasi birokrasi yang berbasis kompetensi. Jangan sampai revisi UU TNI ini malah jadi alasan buat memperluas peran militer di ranah sipil tanpa pertimbangan matang.

Sebelum kebijakan ini jalan, pemerintah harus benar-benar memastikan kalau ini bukan cuma strategi politik atau kepentingan kelompok tertentu, tapi benar-benar solusi buat kemajuan negara. Kalau nggak, ya siap-siap aja lihat birokrasi kita berubah jadi barak militer dalam wujud kantor pemerintahan.


*Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Paramadina

Show More
Dapatkan berita terupdate dari Deras ID di:

Berita Terkait

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda, Untuk Menikmati Konten Kami