Jakarta, Deras.id – Perekonomian global diprediksi masih mengalami ketidakpastian meskipun pertumbuhan ekonomi diperkirakan positif. Beberapa negara mengalami ketergantungan pada pasar ekspor yang relatif rendah yang mempunyai resiliensi tinggi melalui dukungan pasar domestik yang kuat.
“Kalau kita lihat beberapa negara yang manufakturnya ekspansif yaitu Jepang, Prancis, Meksiko, Indonesia, Brasil, India dan Arab Saudi, sehingga menunjukkan sektornya masih kuat. Tetapi hampir beberapa negara besar seperti Italia, Jerman, Korea PMI-nya di bawah 50%. Sehingga ini menunjukkan bahwa dunia masih (dalam) ketidakpastian dan kita juga melihat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perdagangan yang tahun lalu ekspansinya 3,5%, maka di tahun ini diperkirakan hanya 1%,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis pada akun resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI dikutip Deras.id, Jumat (13/1/2023).
Pasar dunia menunjukkan harga komoditas yang tinggi di beberapa tahun terakhir menyebabkan peningkatan pada nilai ekspor Indonesia. Namun pada pertengahan 2022 mengalami perlambatan dan penurunan di akhir tahun tersebut.
Tiga komoditas di Indonesia yang mengalami penurunan yakni logam, CPO, dan batu bara. Sedangkan pada komoditas utama perdagangan global yang mengalami penurunan, diantaranya gas alam, minyak brent, dan gandum.
Airlangga menyampaikan bahwa Presiden Jokowi harus memperbaiki kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Selain jenis sektor yang diwajibkan, juga akan dilaksanakan review pada jumlah devisa serta kurun waktu penyimpanan DHE di dalam negeri.
“Dengan demikian kita akan lakukan revisi, sehingga tentu kita berharap bahwa peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan cadangan devisa,” tutup Airlangga.
Penulis: Risca l Editor: Ifta