Jakarta, Deras.id- Tim Hukum DPP PDIP kembali melaporkan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pelanggaran etik berat pada Selasa (9/7/2024). Dalam pernyataannya, Johannes Tobing, Anggota Tim Hukum PDIP, menyampaikan bahwa laporan ini terkait dengan tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Rossa dan timnya tanpa surat perintah dan izin dari pengadilan.
“Kami dari Tim Hukum DPP PDIP hari ini kedatangan kami adalah untuk kedua kalinya melaporkan saudara Rossa atas pelanggaran etik berat. Nah, jadi tanggal (3/7/2024), hari Rabu kemarin, penyidik KPK yang dipimpin oleh saudara Rossa itu berjumlah 16 orang datang ke rumah Donny Tri Istiqomah,” ujar Johannes di Kantor Dewas KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Menurut Johannes, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan Rossa merupakan tindakan ilegal. Dia mengungkapkan bahwa penggeledahan tersebut tidak disertai surat perintah dan tidak ada sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
“Kami mendapat informasi bahwa penggeledahan dan penyitaan itu tanpa didasari surat perintah, bahkan ini tidak ada izin dari ketua pengadilan untuk melakukan penggeledahan itu sebagaimana diatur oleh Undang-undang,” ucapnya.
Selain itu, Johannes merasa bahwa hal yang dilakukan Rossa menyalahi kode etik berat. Johannes menuduh Rossa melakukan gratifikasi hukum dengan memaksa Donny Tri Istiqomah untuk mengakui keterlibatannya dalam perkara Harun Masiku.
“Gratifikasi hukum itu ada dalam bujuk rayu yang dilakukan oleh saudara Rossa kepada saudara Donny. Maka, kenapa kami menyebut gratifikasi dengan begini, dipaksa nih saudara Donny, saudara Donny sudahlah ngaku saja, ngomongnya sih begini: ‘Pak Donny mengaku saja lah, jujur saja lah bicara apa adanya terkait perkara Harun Masiku ini’,” tambah Johannes.
Donny Tri Istiqomah kekeh menolak untuk mengakui apa pun di luar yang telah ia sampaikan dalam Berita Acara Pemeriksaan di KPK dan pengadilan. Bagi Dony semua bukti dan saksi sudah diberikan ketika dia di panggil menjadi saksi.
“Nantinya saudara Donny menyampaikan ‘Apa yang mau harus saya jujur kan pak? Ini semuanya sudah dituangkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan waktu saya di KPK, sudah dibawa ke pengadilan, saya diperiksa, saya sudah berikan bukti dan (jadi) saksi, semua keterangan saya itu sudah seperti itu yang sebenarnya’,” lanjut Johannes.
Sebelumnya, Harun Masiku terseret dalam kasus dugaan suap terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, untuk menetapkan dirinya sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia setelah lolos ke DPR. Harun diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk memuluskan jalannya ke Senayan. Wahyu Setiawan telah divonis tujuh tahun penjara namun mendapatkan program pembebasan bersyarat sejak (6/10/2023).
Penulis: Putra Alam | Editor: Saiful