BeritaNasionalPolitik

PB PMII Ultimatum Menkomdigi: Meutya Hafid

Jakarta, Deras.Id  Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melayangkan kritik tajam terhadap kebijakan sepihak Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) yang menonaktifkan fitur live streaming TikTok mulai tanggal 30 Agustus kemarin. Walaupun per hari ini sudah mulai bisa diakses kembali namun kebijakan ini dinilai tidak hanya gegabah dan reaktif, tetapi juga menjadi bukti nyata kegagalan sistemik kementerian tersebut dalam menjalankan mandat strategisnya untuk melindungi dan mengembangkan ruang digital nasional.

Melalui pernyataan resmi yang disampaikan Ketua Bidang Siber dan Sandi Negara PB PMII, Moch. Mahfud, menuding Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid telah gagal menjalankan tiga fungsi utama: pengawasan, perlindungan demokrasi digital, dan pemberdayaan ekonomi digital rakyat. PB PMII bahkan mendesak agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur dan kebijakan Kemkomdigi, termasuk mempertimbangkan pencopotan Menteri Meutya Hafid jika langkah-langkah korektif tidak segera ditempuh.

Menutup fitur live hanya karena ketakutan terhadap konten provokatif adalah bentuk kekerdilan negara dalam membaca dan merespons realitas digital. Jika ruang digital hanya dikelola dengan paranoia dan kepanikan, maka negara bukan hanya gagal, tapi juga membahayakan kehidupan demokrasi,” ujar Mahfud dalam pernyataannya.

Langkah pemblokiran tersebut sebelumnya didasari oleh pernyataan Menteri Meutya Hafid yang mengklaim adanya aliran dana mencurigakan dari fitur donasi TikTok Live, yang digunakan untuk menyebarkan provokasi saat demonstrasi serta terafiliasi dengan jaringan judi online. Namun, PB PMII menilai klaim tersebut sarat framing, tidak dibarengi data yang terbuka, dan menjadi dalih untuk mengambil langkah represif terhadap jutaan rakyat yang bergantung pada fitur digital tersebut untuk mencari nafkah.

Mahfud menegaskan bahwa pemblokiran fitur live TikTok bukan hanya mencerminkan kebijakan panik, tetapi juga menunjukkan kegagalan mendalam kementerian dalam menghadapi kompleksitas ruang digital. Menurutnya, kementerian tidak hanya gagal mendeteksi dan mencegah jaringan judi online serta konten radikal sebelum viral, tetapi juga gagal membedakan antara pelaku kejahatan digital dan pelaku ekonomi digital.

Selain itu, tidak adanya roadmap tata kelola ruang digital nasional yang komprehensif memperburuk fregmentasi kebijakan. Hal ini tercermin dari lemahnya koordinasi antar lembaga dalam menangani hoaks, penyalahgunaan data pribadi, hingga eksploitasi algoritma oleh platform asing yang merugikan pengguna lokal. Kejadian kebocoran data yang berulang, dari data  SIM card hingga data medis dan pemilu. membuktikan bahwa pemerintah belum memiliki sistem perlindungan data pribadi yang efektif, meskipun UU PDP telah disahkan.

Data yang dikutip dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa lebih dari 40% pelaku UMKM digital bergantung pada fitur live E-commerce untuk memasarkan produk. Laporan TikTok 2023 bahkan menyebutkan bahwa satu dari tiga pelaku UMKM di Indonesia berhasil meningkatkan omzetnya berkat fitur ini. Survei dari Asosiasi E-commerce Indonesia juga menyatakan bahwa 58% pelaku UMKM online menggunakan live streaming sebagai strategi utama penjualan mereka. Dengan menutup fitur tersebut secara mendadak, negara dinilai telah memutus mata rantai ekonomi rakyat kecil secara sepihak dan tanpa solusi.

Ini bukan sekadar kebijakan buruk. Ini pembunuhan ekonomi rakyat kecil yang dilakukan oleh negara melalui tangan kementeriannya. Jika pelaku provokasi hanya segelintir, kenapa jutaan pedagang jujur yang harus dihukum?” kata Mahfud dengan tegas.

Lebih jauh, PB PMII menilai bahwa persoalan ini bukan hanya soal ekonomi digital, tetapi juga menyangkut keberlangsungan demokrasi. Ruang digital saat ini telah menjadi perpanjangan ruang sipil: tempat berekspresi, bersuara, dan menyampaikan kritik. Dengan mematikan fitur vital seperti live streaming, negara dinilai sedang membatasi kebebasan berekspresi rakyat. PB PMII memperingatkan bahwa jika ruang digital terus diperlakukan seperti aula aristocrat hanya boleh digunakan atas izin kekuasaan maka negara sedang mengkhianati semangat demokrasi.

Atas dasar itu, PB PMII menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah: pertama, evaluasi total terhadap struktur dan sistem Kementerian Komunikasi dan Digital.  Kedua, audit independen dan transparan atas klaim aliran dana provokatif dan keterlibatan jaringan ilegal. Ketiga, penyusunan regulasi berbasis data yang mampu membedakan pelaku kejahatan digital dengan pelaku usaha. Dan keempat, penggunaan teknologi cerdas berbasis AI dan pengawasan komunitas untuk deteksi konten berbahaya tanpa merugikan pengguna yang sah.

PB PMII juga menyampaikan peringatan keras, “Apabila dalam waktu dekat tidak ada koreksi kebijakan dan perbaikan sistemik, kami meminta presiden untuk mengevaluasi atau mencopot Meutya Hafid dari jabatanya. Jika Meutya Hafid tetap bertahan tanpa pembenahan nyata, maka kami akan anggap negara sedang melindungi ketidakmampuan dan memperkuat represi. Dan kami tidak akan diam,” tutup Mahfud.

Show More
Dapatkan berita terupdate dari Deras ID di:

Berita Terkait

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda, Untuk Menikmati Konten Kami