BeritaNasional

Pajak Hiburan Naik Berpotensi Tutup Usaha dan PHK

Jakarta, Deras.id – Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi menilai aturan tentang kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) sebesar 40 persen akan menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan membuat para pengusaha hiburan gulung tikar. Besaran kenaikan pajak tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Kalau tarif pajak pajak hiburan jadi 40 persen, mati orang. (Tempat hiburan) pada tutup, PHK. Kalau semua pengusaha dihajar 40 persen, ya bubar (bisnisnya),” kata Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi kepada wartawan dikutip Deras.id pada, Kamis (18/1/2023).

Pada Pasal 53 ayat 2, tertulis besaran pajak tersebut berlaku untuk tempat karaoke, diskotek, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa. Sementara itu, untuk tarif PBJT atas makanan dan/atau Minuman, Jasa Perhotelan, Jasa Parkir, dan Jasa Kesenian dan Hiburan, ditetapkan sebesar 10 persen.

Baca Juga:  Terkendala Lahan, Proyek IKN Andalkan Pendanaan APBN

Sebelumnya, dalam Perda Nomor 10 Tahun 2015, tentang Pajak Hiburan, tarif pajak untuk kategori diskotik, karaoke, pub, bar, musik dengan disc jockey (dj) dan sejenisnya sebesar 25 persen. Sementara untuk tarif panti pijat, mandi uap dan spa sebesar 35 persen.

Artinya, kenaikan tarif pajak hiburan untuk diskotik mencapai 15 persen, sedangkan untuk spa naik sebesar 5 persen. Kenaikan tarif pajak tempat hiburan malam di Jakarta itu berlaku sejak 5 Januari 2024. Prasetyo mengaku tidak dilibatkan dalam pembahasan perda tersebut.

“Harusnya kan perda itu ada tanda tangan saya. Ini saya belum tanda tangan,” tutur Prasetyo Edi Marsudi.

Ia menilai bahwa perda yang mengatur pajak tersebut kembali dilakukan pengkajian. Pemprov DKI Jakarta harus mempertimbangkan segala kemungkinan dalam membuat atau memutuskan suatu kebijakan di suatu daerah untuk menghindari kerugian yang berdampak pada masyarakat.

Baca Juga:  Go To Pastikan Kompensasi untuk Pegawai Terdampak PHK

“Ya saya sih pemikirannya gini loh, di perda 1 tahun 2022 itu memang mengatur sekarang kan naik sampai ke 40 persen. Pertanyaannya saya, pemerintah juga harus melihat, kan beda-beda Jakarta, Jawa Barat, Surabaya. Kan harus dikaji ulang,” ucap Prasetyo Edi Marsudi.

Menanggapi hal tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono akan mengkaji ulang terkait perda tersebut. Rencananya akan membahas hal tersebut bersama dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.

“Oh ya kami bahas lagi,” kata Heru Budi Hartono.

Penulis: Risca l Editor: Ifta

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda