Jakarta, Deras.id – Puluhan warga Nahdlatul Ulama (NU) alias Nahdliyin alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menolak adanya pemberian izin kelola tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) kegamaan. Pasalnya, perizinan tersebut dapat merusak organisasi keagamaan.
“Kami warga NU alumni UGM menolak kebijakan pemerintah atas pemberian izin kepada organisasi keagamaan untuk mengelola tambang seperti ekstraksi batu bara karena akan merusak organisasi keagamaan yang seharusnya menjaga marwah sebagai institusi yang bermoral,” kata Koordinator warga NU alumni UGM, Heru Prasetia dalam konferensi pers dikutip Deras.id, Senin (10/6/2024)
Penolakan tersebut tertuang dalam delapan poin pernyataan sikap atas pemberian izin tambang yang diikuti oleh 68 Nahdlyin alumni UGM berasal dari kalangan aktivis, akademisi, pengajar pesantren, peneliti, budayawan, hingga pengusaha. Pihaknya mendesak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah diajukan kepada pemerintah.
Pemerintah diharapkan untuk membatalkan perizinan tersebut karena hanya memberikan keuntungan pada segelintir elit ormas dan dapat melemahkan fungsi kontrol pemerintah dari ormas itu sendiri hingga terkooptasi menjadi bagian dari alat pemerintah. Hal tersebut dapat menjerumuskan NU pada kubangan dosa sosial dan ekologis.
“Dan pada akhirnya melemahkan organisasi keagamaan sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil yang bisa mengontrol dan mengawasi pemerintah atas ongkos yang sebagian besar akan ditanggung oleh nahdliyin,” tutur Heru Prasetia.
Juru bicara warga NU alumni UGM, Slamet Thohari mendesak pemerintah untuk konsisten dengan agenda transisi energi Net Zero Energy 2060, yakni dengan meninggalkan batu bara, baik sebagai komoditas ekspor maupun sumber energi primer, serta menciptakan enabling environment bagi tumbuhnya energi terbarukan melalui regulasi. Selain itu, mereka meminta pemerintah untuk mengawal kebijakan, mengawasi, dan melakukan penegakan hukum lingkungan atas terjadinya kehancuran tatanan sosial dan ekologi. Seperti perampasan lahan, penggusuran, deforestasi, eksploitasi, korupsi, dan polusi, akibat aktivitas pertambangan batu bara.
Penolakan pemberian izin tambang ini salah satunya dilatar belakangi karena batu bara yang dianggap sebagai sumber energi kotor yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim, menyebabkan banyak bencana di Indonesia. Kebijakan pemerintah melibatkan ormas keagamaan dalam ekstraksi batu bara adalah jalan menggeser ormas ke kelompok kapitalis, menempatkannya di sisi yang mengeksploitasi manusia lain dan menjarah alam atau Bumi.
Diketahui, NU telah mengeluarkan beberapa keputusan terkait tambang dan energi. Seperti pada Muktamar NU ke-33 di Jombang 2015 yang menyerukan moratorium semua izin tambang. Bahtsul Masail LAKPESDAM-PBNU dan LBM-PBNU pada 2017 dengan hasil dorongan bagi pemerintah untuk memprioritaskan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan energi fosil untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Selanjutnya, Muktamar NU ke-34 di Lampung pada 2021 juga telah merekomendasikan bahwa pemerintah perlu menghentikan pembangunan PLTU batubara baru mulai 2022 dan penghentian produksi mulai 2022 serta early retirement/phase-out PLTU batubara pada 2040 untuk mempercepat transisi ke energi yang berkeadilan, demokratis,
bersih, dan murah.
Penulis: Risca l Editor: Ifta