BeritaNasional

MK Tolak Gugatan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Jakarta, Deras.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan masa jabatan Presiden terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945. Putusan ini disampaikan dalam sidang perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya”, kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Selasa (28/2/2023).

Salah satu pertimbangannya, Ketua MK Anwar Usman menyatakan permohonan ini serupa dengan putusan MK Nomor 117/PUU-XX/2022 sebelumnya. Sehingga tidak memiliki alasan yang kuat untuk mengubah pendiriannya.

Bahkan, Pasal 227 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pernah diuji di MK sebanyak 27 kali. Dari semua putusan tersebut terdapat 5 permohonan ditolak. Sedangkan putusan-putusan lainnya tidak dapat diterima.

“Pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 adalah konstitusional,” ujar Anwar.

Diketahui, pemohon atas nama Herifuddin Daulay merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena berlakunya norma Pasal 7 UUD 1945, mengenai adanya pembatasan pribadi jabatan Presiden hanya boleh mendaftar dan atau terpilih untuk 2 (dua) kali masa jabatan.

“Kerugian tersebut berdasarkan anggapan Pemohon bahwa orang yang kompeten untuk jabatan Presiden hanya sedikit, sehingga pembatasan tersebut akan mengakibatkan pemimpin yang terpilih adalah orang yang tidak berkompeten,” dikutip dari laman MK, Selasa (28/2/2023).

Pemohon juga beranggapan bahwa orang yang berkompeten untuk jabatan Presiden hanya sedikit. Sehingga pembatasan tersebut mengakibatkan pemimpin yang terpilih adalah orang yang tidak berkompeten.

Selain itu, pemohon juga menilai pasal 7 UUD 1945 tentang jabatan Presiden ada kesalahan penulisan dalam memahami teks. Kesalahan secara implisit mengandung makna ‘bila’ sehingga terkandung makna kondisional bersyarat.

“Kesalahan tersebut adalah karena teks tersebut mengambang dalam pengertiannya,” ucap pemohon.

Berdasarkan hal tersebut, pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonannya dan menyatakan pasal 169 huruf n dan pasal 227 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Penulis: Bahar | Editor: Rea

Show More
Dapatkan berita terupdate dari Deras ID di:

Berita Terkait

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda, Untuk Menikmati Konten Kami