BeritaNasional

Menilik Makna Bangunan Tugu Pionir Trasmigrasi 

Indramayu, Deras.id – Peristiwa maut yang menewaskan 67 transmigran asal Boyolali pada 1974 silam, masih melekat kuat dalam catatan sejarah pembangunan transmigrasi. 

Perjuangan puluhan transmigran itu diabadikan melalui Tugu Pionir Transmigrasi yang dibangun tidak jauh dari Jembatan Sewo, Kecamatan Sukra, Indramayu.

Tugu Pionir itu dibangun dengan ketinggian tujuh meter, dipadukan dengan empat tiang di masing- masing sisinya. Di Bagian bawah tugu terdapat kalimat bertuliskan Jer Basuki Mawa Beya. Tulisan dalam bahasa Jawa itu memiliki makna kehidupan yang mendalam, yakni, ‘untuk mencapai tujuan diperlukan pengorbanan’. 

Kalimat itu sangat erat dengan perjuangan realisasi program transmigrasi dari dulu hingga kini.

“Jika dikaitkan dalam konteks Transmigrasi adalah Rela Berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan dan membangun wilayah pemukiman transmigrasi,” jelas Staf Ahli Menteri Desa PDTT Bidang Ekonomi Lokal, Ansar Husen di sela-sela kegiatan tabur bunga, Jum’at (09/12/2022). 

Baca Juga:  Kemendes PDTT Kenang Transmigran yang Gugur Sebagai Pejuang Pembangunan

Sementara marmer yang berukuran 110 x 110 Cm dibagian paling bawah Tugu  melambangkan tanggal kejadian tragedi, yakni 11 Maret 1974 silam. Marmer itu bertuliskan 

nama- nama korban tragedi yang berjumlah 76 orang. 

Sedangkan bulan kejadian, yaitu Maret dilambangkan dalam trap tangga menuju Tugu Monumen. Untuk tahun kejadian 1974 diterjemahkan dalam trap pintu masuk yang terbuat dari beton sebanyak 19 buah.

“Didirikannya monumen ini untuk mengenang mereka yang telah ditetapkan sebagai pionir pembangunan transmigrasi karena bagian dari transmigran pertama di Indonesia,” kata Ansar.

Sebagai informasi, Setiap tahunnya saat peringatan Hari Bhakti Transmigrasi (HBT), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menggelar Upacara Tabur Bunga di Komplek Makam Pionir Transmigrasi di Sukra, Indramayu, Jawa Barat.

Baca Juga:  Gus Halim Tegaskan Kerja Keras Layani Warga Desa Saat Ramadan Adalah Ibadah

Tabur Bunga dan ziarah ini dilakukan untuk mengingat kembali peristiwa penting dalam sejarah pembangunan transmigrasi di Indonesia.

Diketahui, 48 tahun silam atau tepatnya pada 11 Maret 1974, sebuah kecelakaan menimpa rombongan para transmigran asal Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Salah satu bus yang mereka tumpangi menuju lokasi Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Rumbia, Sumatera Selatan, tergelincir dan masuk ke sungai Kali Sewo, Desa Sukra, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Kecelakaan tersebut mengakibatkan 67 orang meninggal dunia. Mereka terdiri dari orang dewasa dan anak-anak. Atas arahan Departemen Transmigrasi, Para korban meninggal dunia lantas dimakamkan di dekat pemakaman umum yang terletak di lokasi kejadian. Lokasi tersebut lalu dikenal dengan Makam Pionir Pembangunan Transmigrasi.

Baca Juga:  Gus Halim Optimalkan Pembangunan Desa Kawasan Perbatasan

Diantara rombongan yang mengalami musibah kala itu, terdapat tiga orang anak yang selamat. Mereka adalah Djaelani, Suyanto, dan Sangidu.

Seiring waktu berjalan, mereka kemudian diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Transmigrasi dan PPH, Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Penulis: Danu | Editor: Dian

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda