Masa Pensiun Prajurit Diperpanjang: Efisiensi atau Beban Negara?

Oleh: Habib Aziz Ar Rozi*
Jakarta, Deras,id – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang lagi ramai dibahas ini membawa perubahan besar. Salah satu yang bikin heboh adalah rencana perpanjangan usia pensiun prajurit. Bagi sebagian orang, ini kabar baik karena berarti pengalaman prajurit senior tetap bisa dimanfaatkan. Tapi bagi yang lain, ini malah bikin pusing, terutama soal efisiensi organisasi dan dampaknya ke anggaran negara yang lagi seret.
Kenapa Harus Perpanjangan Usia Pensiun?
Pemerintah punya alasan sendiri. Katanya, pengalaman dan keahlian prajurit senior masih sangat dibutuhkan, apalagi buat menghadapi ancaman baru seperti perang siber dan situasi keamanan yang makin nggak bisa ditebak. Selain itu, umur harapan hidup makin panjang, jadi katanya masuk akal kalau usia pensiun ikut disesuaikan.
Ada juga alasan regenerasi. Rekrutmen dan pelatihan prajurit itu nggak instan, butuh waktu dan biaya. Jadi kalau yang senior masih bisa diperpanjang masa baktinya, bisa lebih irit dalam pengelolaan sumber daya manusia di TNI.
Efisiensi atau Malah Bikin Macet Karier?
Masalahnya, memperpanjang usia pensiun bukan cuma soal mempertahankan tenaga berpengalaman, tapi juga soal regenerasi. Kalau yang tua-tua masih bertahan, gimana nasib prajurit muda yang kariernya masih panjang? Jangan sampai organisasi jadi kayak jalanan macet, di mana yang muda nggak bisa maju karena yang tua masih bertahan di depan.
Belum lagi soal kesiapan fisik dan mental. Tugas militer itu nggak cuma soal strategi di belakang meja, tapi juga soal kesiapan fisik di lapangan. Kalau usia makin tua, apa mereka masih bisa sigap dalam tugas tempur? Kalau akhirnya lebih banyak yang dialihkan ke peran administratif, bukankah sebaiknya disiapkan skema karier yang lebih jelas sejak awal?
Beban di Kantong Negara
Nah, ini yang lebih krusial: duit negara. Perpanjangan usia pensiun berarti pemerintah harus siap mengalokasikan anggaran lebih buat gaji, tunjangan, dan fasilitas kesehatan prajurit yang tetap aktif lebih lama. Padahal, di sisi lain, pemerintah saat ini lagi giat-giatnya melakukan efisiensi anggaran.
Sekarang ini, belanja pertahanan memang penting, tapi kita juga nggak bisa tutup mata kalau sektor lain seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur juga butuh anggaran besar. Kalau kebijakan ini diterapkan tanpa perhitungan matang, bisa-bisa malah nambah beban fiskal dan bikin pengeluaran negara makin bengkak.
Biar Nggak Jadi Beban, Harus Gimana?
Biar kebijakan ini nggak bikin pusing semua pihak, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
Cek Kesehatan dan Kinerja Rutin – Jangan asal perpanjang, tapi pastikan prajurit yang usianya makin tua masih dalam kondisi prima, baik fisik maupun mentalnya.
Regenerasi Jangan Sampai Buntu – Harus ada sistem promosi yang adil, biar yang muda tetap punya kesempatan berkembang dan nggak mentok di bawah senior yang nggak pensiun-pensiun.
Anggaran Jangan Jebol – Pemerintah harus bikin skema anggaran yang realistis. Jangan sampai perpanjangan ini malah jadi bom waktu yang membebani APBN.
Siapkan Program Karier Alternatif – Kalau memang banyak prajurit senior yang lebih cocok di posisi non-tempur, harus ada jalur karier yang jelas agar keahlian mereka tetap berguna tanpa menghambat operasional lapangan.
Transparansi dan Diskusi Publik – Keputusan sebesar ini nggak boleh dibuat diam-diam. Harus ada ruang diskusi yang melibatkan publik, akademisi, dan pihak yang berkepentingan biar kebijakan ini nggak cuma menguntungkan segelintir orang.
Kebijakan Oke, Tapi Jangan Asal Jalan!
Perpanjangan usia pensiun prajurit TNI bisa jadi solusi atau malah beban, tergantung bagaimana pelaksanaannya. Kalau niatnya mempertahankan tenaga berpengalaman, ya harus ada sistem yang memastikan mereka tetap layak bertugas. Tapi kalau malah bikin regenerasi mandek dan anggaran negara makin berat, kebijakan ini bisa jadi bumerang.
Pemerintah memang lagi getol efisiensi anggaran, jadi jangan sampai kebijakan ini bertentangan dengan misi besar itu. Harus ada solusi yang benar-benar matang, biar semua pihak baik yang muda maupun yang senior bisa dapat manfaatnya, dan negara nggak malah pontang-panting mikirin duit buat bayar gaji dan tunjangan.
Kalau memang mau diperpanjang, ya harus disiapkan segala risikonya. Jangan sampai kebijakan ini cuma jadi tambal sulam yang ujung-ujungnya malah bikin masalah baru. Sekian.
*Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Paramadina