Jakarta, Deras.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej untuk tidak berpergian ke luar negeri. Pencegahan tersebut dilakukan karena Eddy Hiariej ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
“KPK telah mengajukan surat kepada Ditjen Imigrasi untuk mencegah agar tidak bepergian ke luar negeri terhadap empat orang di antaranya Wamenkumham, pengacara dan pihak swasta,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan dikutip Deras.id, Jumat (1/12/2023).
Ketiga orang selain Eddy Hiariej merupakan pihak-pihak yang dinilai masih berkaitan dengan perkara tersebut. Oleh sebab itu, tujuan dari pencegahan ini supaya para pihak tersebut tetap berada di dalam negeri guna mempermudah KPK ketika ingin memanggil mereka untuk diperiksa.
Pihaknya enggan untuk mengkonfirmasi ketiga orang yang juga berstatus tersangka. KPK akan mengumumkan identitas para tersangka itu dalam beberapa waktu ke depan.
“Identitasnya akan kami sampaikan secara resmi pada saat penahanan para tersangka,” ucap Ali Fikri.
Ali menyampaikan bahwa pencegahan ini berlaku selama 6 bulan kedepan terhitung sejak 29 November 2023. Masa pencegahan ini dapat diperpanjang dengan permintaan dari KPK.
Diketahui, kasus yang menyeret Eddy Hiariej berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso ke KPK atas tuduhan menerima gratifikasi sebesar Rp7 Miliar dari pengusaha sekaligus pemilik PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Gratifikasi diduga diberikan terkait pengesahan badan hukum PT Citra Lampia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebut pihaknya telah menandatangani Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) perkara Eddy Hiariej.
“Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu,” jelas Alexander Marwata.
Sprindik diterbitkan dengan penetapan empat orang sebagai tersangka.
“Dari pihak penerima tiga pemberi satu,” ujar Alexander Marwata.
Penulis: Risca l Editor: Ifta