Jakarta, Deras.id – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, menyebut jika tragedi kanjuruhan bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Hal itu menuai kecaman dari Koalisi Masyarakat Sipil (KMS), yang menilai pernyataan Menko Polhukam tersebut tidak berdasar dan menyesatkan. Menanggapi kecaman tersebut, Mahfud MD mengatakan jika dia mengutip laporan Komisi Nasional (Komnas) HAM yang mengindikasikan terdapat tindak pidana, namun bukan pelanggaran HAM berat.
“Kan saya mengutip laporan Komnas HAM. Laporan resmi Komnas HAM Tragedi Kanjuruhan memang ada indikasi tindak pidana tetapi ‘bukan pelanggaran HAM Berat’. Apakah masyarakat sipil tidak tahu laporan Komnas HAM tersebut? Terlaaluuu,” tulis Mahfud MD dalam keterangannya di akun Instagram @mohmahfudmd, Rabu (4/1/2023) siang.
Mahfud MD juga menyebut jika koalisi masyarakat sipil sering keliru dan tak paham perbedaan antara pelanggaran HAM berat dengan kejahatan berat. Ia pun mengatakan, Komnas HAM juga sudah mengumumkan secara resmi terkait hasil penyelidikan tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan korban meninggal sejumlah 134 orang, merupakan pelanggaran HAM biasa.
“Hahaha. Masyarakat sipil sering keliru dan tak paham perbedaan antara pelanggaran HAM berat dengan kejahatan berat. Tragedi Kanjuruhan ini kan sudah diumumkan oleh Komnas HAM sendiri berdasarkan hasil penyelidikan resmi. Kesimpulannya ya, diduga pelanggaran HAM biasa. Ini juga diperkuat oleh Komnas HAM yang sekarangsekarang,” jelasnya.
Tak hanya itu saja, Mahfud MD juga bercerita bahwa pada tanggal 10 Desember 2019 lalu. Pihaknya sempat berpidato dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) HAM Se-dunia di Bandung. Ia mengatakan bahwa di era jaman Presiden Joko Widodo (Jokowi), belum pernah terjadi kasus pelanggaran HAM berat, dan dari pembicaraan tersebut banyak dari kalangan masyarakat juga ribut terkait pernyataan Mahfud MD.
Banyak kalangan masyarakat menyebut di Indonesia pada waktu itu banyak terjadi sebuah pelanggaran HAM berat seperti pembunuhan sadis, penganiayaan oleh sejumlah kelompok/orang sampai korban di mutilasi seperti kasusnya Ryan (Jombang) yang membunuh sampai 11 orang.
Bahkan Mahfud MD juga menyingung kasus bom bunuh diri yang banyak menewaskan orang. Akan tetapi, hal itu ditepis oleh Mahfud MD bahwa masyarakat belum paham terkait pelanggaran HAM berat dengan kejahatan berat. Serta aturan pelanggaran HAM berat hanya bisa ditetapkan oleh Komnas HAM.
“Saya ingin bercerita, bahwa peristiwa ini hampir sama dengan peristiwa tanggal 10 Desember 2019. Di tanggal tersebut saya (Menkopolhukam) sempat berpidato dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) HAM Se-dunia di Bandung. Saya katakan bahwa di era jaman Presiden Jokowi di Indonesia belum pernah ada terjadi kasus pelanggaran HAM berat, dan dari pembicaraan itu, banyak dari kalangan masyarakat juga ribut terkait pernyataan saya, sampai-sampai saya dibawa di acara ILCnya Bang Karni. Banyak yang mengatakan bapak Menkopolhukam bohong. Lalu ada yang menyebutkan di Indonesia pada zaman Presiden Jokowi banyak terjadi sebuah pelanggaran HAM berat seperti contohnya banyak pembunuhan sadis, penganiayaan oleh sekelompok orang terhadap beberapa orang sampai korban di mutilasi, bahkan kasus bom bunuh diri yang banyak menewaskan banyak orang. Hahaha, rupanya banyak yang gagal faham atau tak paham terkait dengan landasan yuridis bahwa pelanggaran HAM berat itu berbeda dengan kejahatan berat. Kasus Ryan yang membunuh korban sampai 11 orang dengan mutilasi itu divonis hukuman mati karena kejahatan berat, bukan pelanggaran HAM berat. Dan pelanggaran HAM berat hanya bisa ditetapkan oleh Komnas HAM, dan untuk soal tragedi kanjuruhan Komnas HAM sendiri mengungkapkan bahwa bukan merupakan pelanggaran HAM berat,” tutupnya.
Penulis: Redhy l Editor: Rifai