Ketika Teman Meminta Utang: Antara Bantu atau Bingung?
Oleh: Habib Aziz Ar Rozi*
Sering kali, dalam hubungan pertemanan atau persahabatan, kita akan menghadapi situasi di mana mereka datang dengan permintaan untuk meminjam uang. Di satu sisi, kita ingin membantu teman yang sedang dalam kesulitan. Di sisi lain, ada kekhawatiran apakah uang tersebut akan kembali atau justru merusak hubungan baik.
Lalu, bagaimana cara menyikapi situasi ini? Apakah kita harus mengatakan “ya” karena perasaan bersalah, atau kita boleh mengatakan “tidak” dengan bijak?
Pegangan hidup saya perkara utang itu sederhana. Misal itu untuk menyambung kebutuhan hidup, saya akan beri tanpa pikir panjang. Toh, dengan saya memberi, artinya secara kapital saya sedang punya uang sisa. Masalahnya untuk di luar itu, saya tidak punya toleransi, bahkan ke keluarga sekalipun. Wih ngeri, ga bahaya ta?
Dilema yang muncul
Saat teman dekat meminta utang, biasanya muncul perasaan dilematis. Kita mungkin berpikir, “Bagaimana jika saya menolak dan dia tersinggung?” atau “Apa saya harus memberikan pinjaman meskipun saya juga sedang tidak punya banyak uang?”. Perasaan ini sangat umum karena keinginan membantu teman sering berbenturan dengan kepentingan pribadi. Betul nggak?
Salah satu dilema terbesar adalah kekhawatiran tentang apakah teman tersebut akan bisa mengembalikan uang tepat waktu, atau malah tidak mengembalikannya sama sekali. Meskipun niat kita baik, banyak kasus di mana hubungan baik rusak karena masalah utang. Nah, hal semacam iki lho sing dikhawatirno cah.
Mengapa meminjamkan uang kepada teman bisa berisiko?
Berangkat dari apa yang pernah saya alami, paling tidak ada tiga poin yang mendasari. Pertama, tidak ada jaminan uang kembali. Saat meminjamkan uang kepada teman, kita seringkali melakukannya tanpa perjanjian tertulis.
Ini berarti tidak ada jaminan kuat bahwa uang tersebut akan dikembalikan. Jika teman tersebut tidak mengembalikan, kita mungkin merasa sungkan untuk menagih. Ya nggak? Tapi hal ini saya akali dengan menggunakan bukti transfer yang bisa jadikan sebagai senjata.
Kedua, hubungan bisa terganggu. Utang sering kali menimbulkan ketegangan dalam hubungan. Ketika uang yang dipinjamkan belum dikembalikan, bisa timbul perasaan tidak nyaman yang membuat kita menghindari teman tersebut. Sebaliknya, teman yang berutang mungkin merasa malu atau tertekan karena belum mampu membayar.
Ketiga, kemampuan finansial pribadi terpengaruh. Meminjamkan uang kepada teman, terutama dalam jumlah besar, bisa mempengaruhi keuangan pribadi kita. Jika kita sendiri sedang tidak stabil secara finansial, memberikan pinjaman bisa berisiko bagi kesehatan keuangan kita sendiri.
Tips membuat keputusan yang bijak
Ketika dihadapkan pada situasi ini, ada beberapa hal yang bisa dipertimbangkan untuk membuat keputusan dengan bijak. Semoga ini bisa jadi referensi bagi pembaca.
Evaluasi situasi keuangan sendiri. Sebelum setuju meminjamkan uang, pastikan dulu bahwa kita mampu melakukannya tanpa mengganggu kebutuhan finansial kita. Jangan sampai karena ingin membantu teman, kita justru kesulitan sendiri.
Tentukan batas. Jika memutuskan untuk meminjamkan uang, tetapkan batas yang jelas. Misalnya, tentukan jumlah maksimum yang bisa kita berikan tanpa merasa tertekan. Ingatlah bahwa jumlah yang kita pinjamkan haruslah jumlah yang kamu rela kehilangan, jika sewaktu-waktu uang tersebut tidak dikembalikan.
Buat kesepakatan yang jelas. Meski berteman, penting untuk tetap membuat kesepakatan yang jelas. Tentukan waktu pengembalian dan, jika perlu, buat catatan tertulis. Ini bukan tentang ketidakpercayaan, tapi lebih kepada memastikan semua pihak tahu komitmen yang diambil.
Pertimbangkan alternatif. Jika kita merasa tidak nyaman memberikan utang, tawarkan alternatif bantuan. Misalnya, kita bisa membantu teman mencari solusi lain, seperti membantu mengelola keuangan atau mencari pekerjaan sampingan. Ini bisa menjadi bentuk dukungan yang tidak selalu harus melibatkan uang.
Dalam situasi seperti itu, teknik manajemen kita harus dimainkan. Di sinilah pentingnya manajemen. Mulai dari manajemen waktu, manajemen emosi, manajemen perasaan hingga manajemen uang.
Menjaga hubungan tetap baik
Jika kita memutuskan untuk tidak memberikan pinjaman, penting untuk menolak dengan cara yang bijak. Sampaikan alasan dengan jujur dan tegas, namun tetap hormati perasaan teman kita.
Kita bisa mengatakan sesuatu seperti, “Saat ini, aku juga sedang ada keperluan, jadi belum bisa membantu secara finansial”. Menjaga komunikasi yang terbuka akan membantu menjaga perasaan teman dan hubungan kita.
Namun, jika kita setuju untuk meminjamkan uang, tetaplah realistis tentang risiko yang mungkin terjadi. Jangan biarkan masalah uang merusak hubungan pertemanan yang sudah lama terjalin. Yang paling penting adalah, menjaga keseimbangan antara pertemanan dan tanggung jawab finansial pribadi.
Saran dan akhir kata
Fenomena ngutang yang lebih galak juga mengerikan, apalagi waktu nagih. Untuk orang yang mudah bergabung dalam pertempuran, saya paling menghindari hal ini. Sebab, silaturahim pasti putus. Niatnya nagih karena kepepet, malah kena slepet. Jadi inget Cak Imin.
Maka dari itu, wes gausah bingung. Bagi kalian yang sering diutangi, baiknya mulai berpikir untuk mengikhlaskan dan stop memberi utang. Terlebih pada orang yang jarang bayar. Percayalah, kalian mungkin dianggap pelit, tapi pada saat yang sama, kalian sedang mengajari orang tersebut untuk bertanggung jawab.
Tulisan ini bisa menjadi panduan yang berguna bagi siapa saja yang pernah berada dalam situasi serupa. Sekaligus menawarkan wawasan tentang bagaimana menangani permintaan utang dari teman dengan cara yang dewasa dan penuh pertimbangan. Semoga bermanfaat!