Opini

Kartini Masa Kini: Perempuan yang Berani Bermimpi dan Beraksi

Deras.id, Jember – Lebih dari seabad yang lalu, seorang perempuan Jawa bernama Raden Ajeng Kartini menyalakan bara kecil yang kelak membakar semangat perempuan Indonesia untuk meraih kehidupan yang lebih layak dan setara. Dalam ruang keterbatasan yang dipagari adat dan kuasa patriarki, Kartini menulis surat-surat yang tak hanya menggambarkan gejolak batinnya, tetapi juga menyuarakan harapan besar akan masa depan perempuan. Ia tidak ingin perempuan menjadi bayang-bayang, melainkan pelita bagi dirinya dan lingkungannya. Kartini tak berteriak di jalanan, tapi kalimat-kalimatnya menggema lintas zaman, menyerukan pentingnya pendidikan, kebebasan berpikir, dan martabat perempuan sebagai manusia seutuhnya.

Kini, Indonesia telah menjelma menjadi rumah bagi jutaan Kartini masa kini. Mereka tak lagi terkungkung oleh sekat-sekat sosial yang membatasi ruang gerak, melainkan tampil dalam beragam wajah: sebagai ibu, guru, pengusaha, politisi, petani, ilmuwan, seniman, aktivis, pemimpin komunitas, dan banyak lagi. Perempuan masa kini tidak sekadar dikenang dalam balutan kebaya dan konde setiap 21 April, melainkan hidup nyata dalam denyut pembangunan bangsa. Mereka hadir dalam ruang-ruang pengambilan keputusan, di garda terdepan pelayanan publik, dan dalam upaya nyata menyemai perubahan sosial di berbagai penjuru negeri. Mereka adalah perempuan yang berani bermimpi dan berani beraksi. Mereka tidak menunggu dunia memberikan tempat, mereka menciptakan ruangnya sendiri.

Namun, semangat emansipasi yang diperjuangkan Kartini kerap disalahpahami. Banyak yang mengira emansipasi adalah soal perempuan menyaingi laki-laki, padahal sejatinya, emansipasi adalah tentang kesetaraan dalam hak, kesempatan, dan pengakuan atas kemanusiaan. Kartini tidak ingin perempuan menjadi laki-laki, ia ingin perempuan menjadi diri sendiri—yang cerdas, merdeka dalam pikiran, bebas dalam memilih jalan hidup, dan setara dalam martabat. Gagasan ini kini diterjemahkan oleh perempuan-perempuan Indonesia melalui beragam peran yang mereka ambil, tanpa dikotakkan dalam label domestik atau publik.

Dalam dunia pendidikan, semangat Kartini menjelma menjadi keberanian ribuan perempuan yang tidak hanya menuntut ilmu, tetapi juga menjadi agen transformasi. Perempuan hadir sebagai guru, dosen, peneliti, bahkan penggerak pendidikan alternatif di daerah terpencil. Mereka tidak sekadar mengejar gelar, tetapi menjadikan ilmu sebagai alat untuk mencerdaskan, menginspirasi, dan membebaskan. Dari ruang kelas di pelosok Papua hingga ruang konferensi internasional, perempuan Indonesia membuktikan bahwa mereka mampu membawa perubahan melalui ilmu pengetahuan. Mereka mengembangkan kurikulum yang inklusif, menciptakan sistem pembelajaran berbasis komunitas, dan menularkan semangat belajar kepada generasi berikutnya.

Kontribusi perempuan dalam pembangunan bangsa tidak berhenti di bidang pendidikan. Dalam dunia kerja, mereka menjadi tulang punggung ekonomi, baik secara individu maupun kolektif. Di pasar tradisional, perempuan menjalankan usaha kecil yang menopang kebutuhan keluarga dan memperkuat ekonomi lokal. Di pusat-pusat inovasi, mereka menciptakan startup, merintis usaha sosial, dan menjawab tantangan zaman dengan solusi kreatif. Dari pengrajin tenun di Flores hingga wirausaha digital di Jakarta, perempuan membuktikan bahwa mereka bukan hanya pencari nafkah, tapi juga pencipta peluang kerja. Mereka membangun koperasi, mendirikan komunitas ekonomi kreatif, dan membentuk jejaring usaha yang saling menguatkan. Dalam kerja-kerja yang dilakukan dengan penuh ketekunan dan keberanian, perempuan Indonesia memperlihatkan bahwa kekuatan ekonomi sejati terletak pada kemandirian dan solidaritas.

Tidak hanya di sektor ekonomi, perempuan juga mengambil peran penting dalam kepemimpinan. Dalam lembaga pemerintahan, organisasi sosial, dan dunia politik, perempuan menunjukkan gaya kepemimpinan yang penuh empati, kolaboratif, dan solutif. Mereka tidak memimpin dengan suara keras, tetapi dengan mendengarkan, memahami, dan bertindak berdasarkan kebutuhan rakyat. Di tingkat desa, kepala desa perempuan menciptakan program-program yang berpihak pada perempuan, anak-anak, dan kaum marjinal. Di tingkat nasional, anggota parlemen perempuan memperjuangkan regulasi yang melindungi hak-hak perempuan, mendorong anggaran responsif gender, dan memastikan suara kelompok rentan didengar. Kepemimpinan perempuan telah melampaui sekadar simbol, ia menjadi gerakan nyata yang memperlihatkan bahwa kekuasaan bisa dijalankan dengan hati nurani.

Sementara itu, ruang domestik tak lagi dipandang sebagai ranah yang sempit atau terbatas. Justru di sanalah banyak perempuan membangun fondasi perubahan jangka panjang. Ibu rumah tangga mendidik anak-anak dengan nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kasih sayang. Mereka menjadi guru pertama dan terpenting dalam hidup seorang anak. Perempuan yang memilih untuk fokus pada keluarga tidaklah kalah hebat dari mereka yang berkarier di luar rumah. Banyak dari mereka yang sekaligus menjadi penggerak komunitas, mendirikan taman baca, mengelola bank sampah, atau membuka usaha kecil dari rumah. Ruang domestik, ketika dijalani dengan kesadaran dan semangat membangun, menjelma menjadi pusat pendidikan karakter dan kekuatan sosial yang luar biasa.

Di era digital, perempuan Indonesia memanfaatkan teknologi sebagai sarana untuk memperluas pengaruh dan memperdalam dampak sosial. Media sosial, blog, kanal YouTube, dan podcast telah menjadi ruang baru bagi perempuan untuk menyuarakan aspirasi, berbagi pengetahuan, dan mengorganisir gerakan. Mereka membahas isu-isu penting seperti kesehatan mental, kekerasan berbasis gender, hak anak, hingga pelestarian lingkungan. Dengan cara yang kreatif dan cerdas, mereka mengubah ruang digital menjadi ladang advokasi dan pemberdayaan. Bahkan, banyak perempuan yang mengembangkan aplikasi dan platform teknologi yang solutif, dari sistem edukasi daring untuk daerah terpencil hingga layanan kesehatan untuk ibu dan anak.

Tidak berhenti di situ, semangat perjuangan Kartini juga hidup dalam perempuan-perempuan yang memilih berada di garda terdepan kemanusiaan. Di tengah konflik sosial, bencana alam, dan pandemi, perempuan hadir sebagai relawan, fasilitator perdamaian, dan penggerak bantuan sosial. Mereka mengorganisir dapur umum, mendirikan posko perlindungan, dan memastikan bahwa suara kelompok yang terpinggirkan tetap terdengar. Banyak organisasi sosial dan gerakan masyarakat sipil yang digerakkan oleh perempuan dan memberi dampak nyata dalam kehidupan ribuan orang.
Apa yang dilakukan oleh perempuan-perempuan ini bukanlah hal luar biasa dalam artian bahwa mereka adalah pengecualian. Justru, mereka adalah gambaran nyata dari potensi yang selama ini tersembunyi di balik stereotip dan ketimpangan. Perempuan hebat bukanlah anomali, mereka adalah realitas. Mereka adalah tetangga kita, rekan kerja, saudara, dan sahabat yang dalam keseharian telah membuktikan bahwa kekuatan tidak selalu datang dalam bentuk kekuasaan, tetapi dari keuletan, keberanian, dan kasih sayang.

Di tengah segala tantangan dan hambatan struktural yang masih ada, perempuan tetap melangkah. Mereka tidak menunggu perubahan, mereka menjadi perubahan itu sendiri. Dan perubahan itu tidak datang dari satu jalan saja, tetapi dari berbagai arah yang menyatu: pendidikan, ekonomi, keluarga, politik, budaya, dan teknologi. Semuanya adalah ruang perjuangan yang saling menopang.

Pada akhirnya, semangat Kartini tidak hanya hidup dalam museum atau upacara seremonial. Ia hadir dalam setiap tindakan kecil dan besar perempuan Indonesia yang berani bermimpi dan berani bertindak. Kartini masa kini bukanlah sebuah nama atau simbol, melainkan semangat kolektif yang membakar dalam dada jutaan perempuan yang memilih untuk tidak tunduk pada takdir yang ditentukan orang lain. Mereka menciptakan takdirnya sendiri, dan dalam proses itu, mereka juga membentuk masa depan bangsa.

Sudah saatnya kita tidak lagi memisahkan antara perempuan rumah dan perempuan kantor, antara perempuan desa dan perempuan kota, antara ibu rumah tangga dan perempuan karier. Semua adalah pejuang, semua adalah pemimpin, semua adalah pembangun bangsa. Emansipasi bukan tentang meninggalkan satu peran demi peran lain, melainkan tentang diberinya ruang untuk memilih dan dihargainya setiap pilihan. Karena bangsa ini tidak akan pernah benar-benar adil atau maju jika separuh dari potensinya terus dihambat. Maka mari kita rayakan setiap perempuan yang memilih untuk menjadi dirinya sendiri, yang memilih untuk peduli, mencipta, dan berjuang. Mereka adalah Kartini hari ini, dan bersama merekalah masa depan Indonesia ditulis dengan tinta keberanian dan ketulusan.

Penulis: Isna Asaroh (Ketua KOPRI PC PMII Jember)

Show More
Dapatkan berita terupdate dari Deras ID di:

Berita Terkait

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda, Untuk Menikmati Konten Kami