Papua Pegunungan, Deras.id – Kampung Siep Kosi, Distrik Walelagama, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, kini dikenal sebagai sentra buah naga berkat intervensi Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD). Masyarakat Siep Kosi yang awalnya hanya bergantung pada sayuran dan ubi jalar sebagai sumber penghasilan utama, mulai berubah sejak buah naga diperkenalkan sebagai komoditas unggulan baru yang dapat mendongkrak perekonomian desa.
Program TEKAD hadir dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat desa melalui pengembangan potensi lokal. Kampung Siep Kosi dipilih sebagai lokasi intervensi karena kesuburan tanahnya yang memungkinkan untuk pengembangan buah naga jenis Hylocereus polyrhizus atau buah naga merah.
“Dulu masyarakat hanya bercocok tanam ubi jalar, tapi sejak ada intervensi dan pendampingan Program TEKAD untuk budidaya buah naga, penghasilan meningkat drastis. Ini warga kampung lebih bersemangat untuk terus mengembangkannya,” ujar Koorprov Papua Pegunungan Program TEKAD, Bandua Tabuni, Kamis (3/10/2024).
Pada awalnya, buah naga adalah komoditas yang tidak lazim di mata petani Kampung Siep Kosi. Penduduk yang terbiasa menanam sayuran dan ubi jalar merasa ragu untuk beralih ke budidaya buah naga. Namun, berkat pendampingan dan pelatihan intensif dari Program TEKAD, masyarakat mulai menerima tantangan baru ini dengan semangat tinggi. Kelompok tani Wiwekena pun dibentuk untuk menjadi pelopor dalam pengembangan budidaya buah naga di kampung tersebut. Mereka mulai menanam buah naga di pekarangan rumah dan lahan kosong yang sebelumnya tidak dimanfaatkan.
Hasilnya terbukti menggembirakan. Setiap tahun, para petani Kampung Siep Kosi bisa menikmati 6 hingga 8 kali panen dengan kualitas buah yang terjaga. Harga jual buah naga yang stabil di angka Rp50 ribu per kilogram menjadi insentif besar bagi masyarakat untuk terus mengembangkan budidaya ini. Dengan harga yang menguntungkan tersebut, penghasilan warga kampung yang semula hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari kini meningkat signifikan. Keberhasilan ini tidak hanya berdampak pada perekonomian keluarga, tetapi juga mengubah citra kampung yang dulu minim pilihan ekonomi menjadi pusat pertanian modern.
Keberhasilan ini tidak berhenti di tingkat lokal. Buah naga dari Kampung Siep Kosi kini telah dikenal luas di Kabupaten Jayawijaya dan sekitarnya. Pemasaran buah naga tidak hanya terbatas di pasar tradisional, tetapi juga sudah merambah ke pasar provinsi dan beberapa pusat perbelanjaan besar di wilayah Papua Pegunungan. Kampung Siep Kosi kini menjadi sentra buah naga di wilayah tersebut, dan keberhasilan ini telah menginspirasi kampung-kampung lain untuk mengikuti jejak mereka.
Pemerintah daerah melihat potensi besar ini sebagai peluang untuk mengembangkan sektor pertanian di kampung-kampung sekitarnya. Salah satu rekomendasinya adalah melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah dibentuk di kampung tersebut untuk mengelola pemasaran buah naga secara lebih profesional. Dengan peran BUMDes, pendapatan asli daerah (PAD) diharapkan dapat meningkat, dan para petani pun bisa mendapatkan akses pemasaran yang lebih luas serta stabilitas harga yang lebih baik.
Selain meningkatkan pemasaran, diperlukan pelatihan lebih lanjut bagi petani Kampung Siep Kosi. Pelatihan ini diharapkan tidak hanya berfokus pada peningkatan hasil pertanian, tetapi juga ada diversifikasi produk olahan.
“Kami berharap pemerintah dapat memberikan pelatihan agar buah yang tidak terjual dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Ini akan sangat membantu petani agar tidak merugi ketika harga turun,” ujar salah satu petani buah naga.
Dengan adanya pelatihan tersebut, buah naga yang tidak memenuhi standar pasar bisa diolah menjadi produk makanan dan minuman seperti selai, jus, dan camilan, yang tentunya dapat memperluas pasar dan meningkatkan pendapatan petani.
Penulis: Ifta l Editor: Saiful