Jakarta, Deras.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp 400 miliar akibat kebijakan impor gula yang dikeluarkan pada 2015-2016, ketika Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Kasus ini semakin kompleks dengan keterlibatan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang diduga menerima fee dari beberapa perusahaan swasta terkait pengelolaan gula yang diimpor.
“Pada Desember 2015, pemerintah mengadakan rapat untuk membahas potensi kekurangan gula kristal putih pada 2016. Namun, yang diimpor justru gula kristal mentah yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih,” Jelas Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar,Dalam konferensi pers di Kejagung pada Selasa (29/10/2024).
Ia menambahkan bahwa impor gula ini dilakukan meskipun Indonesia sebenarnya masih memiliki stok yang mencukupi. PT PPI, yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga perdagangan milik negara, diduga terlibat dalam skema korupsi ini.
“mengadakan pertemuan dengan beberapa perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula,” jelas Qohar.
Menurut penyidikan, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI saat itu, Charles Sitorus, memerintahkan bawahannya untuk Perusahaan-perusahaan ini kemudian mendapatkan keuntungan. Dari penjualan gula kristal putih hasil olahan dengan harga yang lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang berlaku.
Dalam skema tersebut, gula yang diolah PT AP dijual oleh delapan perusahaan swasta dengan harga mencapai Rp 16.000 per kg, sedangkan HET yang ditetapkan pemerintah saat itu hanya Rp 13.000 per kg. PT PPI diduga menerima fee dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam impor dan pengelolaan gula tersebut.
“Akibat tindakan ini, negara mengalami kerugian yang signifikan,” tegas Qohar.
Kejagung memastikan bahwa penyidikan kasus ini berjalan objektif dan tidak terpengaruh oleh unsur politik. Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menekankan bahwa dukungan publik terhadap proses hukum ini sangat penting untuk menjaga integritas hukum.
“Kasus ini murni berdasarkan bukti hukum yang ditemukan, tidak ada politisasi,” jelas Harli. Kejaksaan Agung kini fokus pada pengumpulan bukti lebih lanjut dan pemeriksaan para saksi untuk menuntaskan kasus ini.
Editor: Saiful