Nasional, Deras.id – Sejak Maret tahun 2024, revisi peraturan Permendag No.36/2023 tak kunjung redakan konflik. Kebijakan revisi Permendag No. 8/2023 ancam ragam kebijakan proteksi industri sehingga beberapa produk padat karya seperti tekstil dan Petrokimia terancam gulung tikar.
Orientasi dari Permendag No. 36 sejatinya ditujukan sebagai prosedur untuk memberikan proteksi berupa ketentuan teknis yang sebelumnya bertitik tolak pada Permendag No. 25/2022. Beberapa contoh di antaranya terjadi pada produk konsumsi berupa tas yang semula dinilai bebas juga dikenakan pertimbangan teknis (pertek). Sehingga, importir umum (API-U) juga harus mengurus pertek ini.
Menurut Reny Yanita selaku Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) acuan pengetatannya dimaksudkan untuk mengamankan produk lokal.
“Pengamanan juga dilakukan untuk produk industri padat karya, tekstil dan produk tekstil (TPT), hingga bahan baku plastik (petrokimia), kami kenakan pertek agar bisa dikendalikan, tidak membanjiri pasar,” jelasnya pada Diskusi Forwin, di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Masalahnya adalah Pemnedag No. 36 masih belum dipraktikkan pemerintah sudah berulang kali melakukan revisi terhitung sejak Maret hingga Mei 2024.
Belakangan, justru lahir Permendag No.8/2024 yang justru meniadakan aturan pengendalian pertek. Bahkan untuk produk petrokimia, dari awalnya dikenakan pertek serta ketentuan pembatasan sebanyak 12 HS (Harmonized System), tersisa hanya 1 HS.
Parahnya lagi, hampir keseluruhan produk jadi yang dicap sebagai barang konsumsi, serta diimpor API-U tak lagi melewati prosedur pengawasan. Dampaknya bersamaan dengan diterapkannya Permendag No. 8, pemerintah mencatat sekitar 26 ribu kontainer yang sempat tertahan.
Setelah dilonggarkannya kebijakan impor, imbas terbesar dirasakan industri tekstil, serta menambah beban bagi industri lainnya seperti petrokimia. Pada industri tekstil, pelonggaran kebijakan tersebut dinilai memicu terjadinya banjir produk impor.
Hal ini pun tergambarkan dari melejitnya data impor yang melambung pada Mei, terutama untuk sektor industri non migas. Seperti disinggung Ahmad Heri Firdaus, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Menurutnya, terdapat indikasi korelasi pelonggaran kebijakan dengan kenaikan impor Nonmigas pada Mei.
Penulis: M.F.S.A I Editor : Dinda