Sumenep, Deras.id – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Wahid menyebut penguatan ekonomi pesantren sebagai salah satu strategi menuju kemandirian ummat. Selain itu, ada pula pengembangan sumber daya ekonomi perkumpulan, peningkatan ekonomi warga, dan peningkatan ekonomi kelompok khusus.
“Untuk meningkatkan ekonomi warga, Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Nuansa Umat terus mengembangkan inovasi yang memberikan manfaat pada jamaah. Kendati keuntungannya tidak besar, asalkan manfaatnya dirasakan oleh warga,” katanya di aula gedung Graha NUansa Gapura, Sumenep, Jawa Timur dikutip Deras.id, Minggu (19/3/2023).
Namun demikian, ada hal lain yang harus tetap diperhatikan dalam menuju kemandirian ekonomi ummat ini. Perempuan bernama lengkap Alissa Qotrunnada Wahid itu mengatakan bahwa badan usaha pesantren yang dimaksud tidak dibenarkan jika mematikan usaha warga di sekitarnya.
“Jangan sampai badan usaha pesantren besar, tapi mematikan usaha ekonomi warga di sekitar pesantren. Mohon doanya, saat ini kami bekerja sama dengan Kementerian Agama RI untuk mengembangkan ekonomi pesantren,” terangnya.
Lebih lanjut Alissa Wahid mengingatkan untuk memperhatikan serta melibatkan masyarakat kelompok khusus dan perempuan dalam memajukan ekonomi. Salah satunya adalah memperhatikan warga NU penyandang disabilitas dengan mengembangkan potensi yang dimiliki.
“Kami ingatkan lagi, keyword dalam kemandirian ekonomi adalah perkumpulan harus punya sumber daya ekonomi, warganya harus mengalami kesejahteraan ekonomi, pesantren memiliki peningkatan kesejahteraan, dan memperhatikan kelompok khusus,” tuturnya.
Sekadar informasi, BMT NU merupakan lembaga keuangan berbadan hukum koperasi simpan pinjam. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat NU sehingga kemandirian yang diinginkan pun terwujud.
Alissa Wahid berharap seluruh masyarakat dan lembaga terkait dapat memanfaatkan BMT NU ini dengan baik. Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian tersebut juga kembali mengingatkan asal usul kehadiran BMT NU itu.
“Mudah-mudahan tidak hanya memberikan modal, tetapi pengelola membantu mengolah usahanya agar ekonomi warga NU terwujud. Pengelola tetap menjaga akarnya, yakni BMTNU ada di jamiyah. Secara fenomenologis, di saat yang mendirikan masih mengelola, menjaganya mudah. Artinya, urusan hubungan BMT dengan NU, bisa dijaga. Mari kita atur dengan konkret agar orang yang meneruskannya tidak akan lupa bahwa BMT dimulai dari NU untuk warga NU,” pungkasnya.
Penulis: Ifta l Editor: Rea