BeritaNasional

DPR Kebut Sahkan RUU KIA, Pengusaha: Mestinya Adakan FGD Dulu

Nasional, Deras.id – Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Proses disahkannya UU KIA dikebut tanpa adanya komunikasi yang masif dengan pengusaha sebagai pihak yang paling menerima dampak dari UU tersebut.

Para pengusaha ramai merespons beberapa poin yang dianggap berpengaruh besar terhadap keberlangsungan usahanya, seperti aturan mengenai perpanjangan cuti baik istri atau suami yang menemani istrinya bersalin.

“Terus terang kami dunia usaha belum diajak bicara. Mestinya FGD (focus group discussion) dulu, dibicarakan dulu. Jangan sampai meledak gitu aja, jadi gaduh, bola liar, investasi kurang nyaman, Kita mau lepas dari pandemi tiba-tiba ada seperti ini lagi, kan nggak elegan. Dampaknya akan sangat negatif,” jelas Nurjaman selaku Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Apindo DKI Jakarta, Senin (20/6/22).

Baca Juga:  Volodymyr Zelenskyy Ingin Kunjungi PBB

Tentu peraturan tesebut menjadi benalu bagi banyak pimpinan perusahaan karena produktivitas serta stabilitas roda organisasinya akan terhambat. Sehingga walaupun perlu gali lubang tutup lubang untuk mengatasi pegawai yang cuti, tidak menjamin pegawai baru akan survive dan tentu perlu adaptasi yang lama.

“Jika ini terjadi akan sangat menurunkan produktivitas, selama enam bulan kami kosong dong perusahaan. Harus terima lagi karyawan baru, nanti dididik lagi tiga bulan training, mana bisa produktif karyawan baru, lalu setelah enam bulan diberhentikan lagi, apa bagus turn over gitu? Baru masuk, keluar lagi, cuti lagi, kan gimana ya?” sambung Nurjaman.

“Kalau enam bulan kosong rekrutmen baru, konsepnya mendidik dulu, belum tentu selesai satu bulan, baru enam bulan berhenti lagi, nah ini sangat menurunkan tingkat produktivitas, belum tune in, akhirnya karyawan juga kasihan,” tegasnya.

Baca Juga:  Pemerintah Tak Akan Talangi Korban Investasi Bodong Berkedok KSP

Undang-Undang tersebut mengharuskan perusahaan untuk memutar otak dalam memikirkan pegawai yang cuti. Khususnya dalam pasal 6 ayat 2 huruf a yang berbunyi ‘Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan: a. melahirkan paling lama 40 hari’.

Serta dalam edaran yang sama diperbolehkan bagi suami yang mendampingi istri keguguran maksimal selama 7 hari.

Penulis: M.F.S.A I Editor: Dinda

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Matikan AdBlock di Browser Anda