Surabaya, Deras.id – Calon wakil gubernur nomor urut 1 Lukmanul Hakim memberikan kritik tajam terhadap Emil Dardak, wakil gubernur petahana dalam debat ketiga Pilkada Jawa Timur 2024 pada Senin,(18/11/2024). Lukman mengajukan persoalan kesenjangan pembangunan dan penegakan hukum lingkungan hidup selama pemerintahan Khofifah-Emil.
Lukman menyoroti sejumlah kelemahan pemerintahan Khofifah-Emil, terutama dalam memastikan pemerataan pembangunan di wilayah Jawa Timur, yang hingga kini masih terlihat timpang. Dalam diskusi terkait tata ruang dan perencanaan wilayah, ia menilai area Selingkar Wilis, termasuk wilayah Mataraman seperti Magetan dan Madiun, kurang mendapatkan perhatian serius meskipun telah disebut dalam Perpres Nomor 80 Tahun 2019.
“Pemerintahan saat ini terlalu terfokus pada pengembangan kota-kota tertentu tanpa melihat kebutuhan wilayah lain yang tertinggal. Jatim itu yang maju terpusat di enam kabupaten. Dalam konteks rencana tata ruang wilayah, kita harus prioritaskan agenda sesuai Perpres Nomor 80 Tahun 2019,” ujar Lukman saat debat ketiga dengan tema ‘Hukum, Birokrasi, dan Hak Asasi Manusia’ yang digelar di Grand City, Surabaya, Senin (18/11/2024).
Ia menegaskan bahwa pembangunan harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi, bukan sekadar tambal sulam atau terfokus pada proyek-proyek yang bersifat parsial.
Selain menyoroti tata ruang wilayah, Lukman juga mengangkat isu penting terkait penegakan hukum lingkungan hidup. Ketika Emil bertanya tentang strategi konkret untuk mengatasi limbah B3, Lukman memberikan jawaban yang tegas mengenai pentingnya penegakan hukum bagi pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.
“Pengawasan dan penegakan lingkungan hidup harus dilakukan. Kita memiliki UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sangat jelas mengatur hal ini,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah harus tegas dalam menindak pelanggar dan tidak memberikan toleransi terhadap kelalaian yang berdampak pada kerusakan lingkungan.
Kritik Lukman tidak berhenti pada aspek hukum saja. Ia juga menyoroti pentingnya memastikan pembangunan infrastruktur dan fasilitas lingkungan hidup tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga menyasar keberlanjutan dan pengelolaan yang baik.
Hal ini ia angkat setelah Emil memaparkan keberhasilan pemerintahannya dalam membangun fasilitas pengolahan limbah B3 di Mojokerto. Meskipun hal ini menjadi capaian positif, Lukman menekankan bahwa fasilitas tersebut tidak akan berdampak maksimal tanpa pengawasan ketat terhadap pencemaran yang sudah terjadi, seperti kasus pencemaran Kali Brantas yang sebelumnya menjadi sorotan publik.
Kritik-kritik yang disampaikan Lukman menggarisbawahi tuntutan agar pemerintahan Jawa Timur mendatang tidak hanya fokus pada klaim keberhasilan proyek-proyek infrastruktur besar, tetapi juga melihat akar persoalan kesenjangan wilayah dan keberlanjutan lingkungan.
Ia menyerukan pendekatan yang lebih inklusif, integratif, dan konsisten dalam menerapkan kebijakan, terutama yang berdampak langsung pada masyarakat di wilayah tertinggal. Melalui pandangannya, Lukman tidak hanya mengkritik Emil tetapi juga memancing diskusi yang lebih mendalam mengenai arah pembangunan Jawa Timur di masa depan.
Lukman menantang Emil dan kandidat lain untuk memberikan jawaban yang lebih konkret dan komprehensif mengenai bagaimana mengatasi kesenjangan wilayah dan memastikan keberlanjutan lingkungan hidup sebagai bagian integral dari pembangunan.
Penulis: Rizal Kurniawan