Jakarta, Deras.id – Konflik yang terjadi akibat pembebasan lahan Rempang Eco-City saat ini sudah mulai membaik setelah sebelumnya sempat terjadi miskomunikasi. Saat ini hampir 60-an Kepala Keluarga (KK) di Rempang sudah dipindah dan hampir 500 KK mendaftar setuju direlokasi untuk pembangunan proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
“Saya di Rempang itu turun sendiri lho, pertama itu memang miskomunikasi, tapi setelah itu pemerintah turun, saya turun sampai 2-3 kali dan sekarang alhamdulillah Rempang sudah mulai membaik,” tutur Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia kepada wartawan dikutip Deras.id, Jumat (20/10/2023).
Realisasi tersebut mencapai 50 persen atau lebih dari 900 KK yang ada. Saat Bahlil turun langsung ke Rempang, ia menjelaskan secara detail kepada warga yang menolak tentang tujuan serta manfaat yang diperoleh masyarakat apabila dibangun kawasan industri di Rempang.
“Saya ajak ngobrol mereka baik-baik, saya bilang ini begitu dilakukan, bapak/ibu bergeser, ini akan dibangun industri, tapi kita akan kasih rumah yang baik, tanah 500 meter SHU, rumah tipe 45, kemudian sampai masa tunggu kita kasih Rp 1,2 juta per orang. Kalau 1 KK 4 orang, itu dia dapat Rp 4,8 juta biaya hidup, tambah Rp 1,2 juta biaya kontrak rumah, (jadi) Rp 6 juta,” kata Bahlil Lahadalia.
Bahlil menilai bahwa pemberitaan terkait Rempang terlalu berlebihan. Bahkan terdapat beberapa desain-desain, foto-foto yang seolah-olah itu di Rempang yang selanjutnya menjadi pemberitaan.
Pasalnya, pemberitaan yang berlebihan tersebut berdampak pada minat investor untuk masuk dalam pusat industri baru itu.
“Itu secara investasi merugikan negara kita. Saya tidak bicara politik ya, di dunia mana pun, di negara mana pun, apabila terjadi kesalahan di negara internal mereka yang terkait dengan ekonomi dan investasi, sedemikian rupa ada kerja sama dengan pemerintah dan masyarakatnya untuk berkoordinasi meningkatkan nasionalisme untuk menjaga agar informasi itu tidak terlalu menjadi bias,” ungkap Bahlil Lahadalia.
Penulis: Risca l Editor: Ifta